A. Pengertian Guru
Guru
(dari bahasa Sansekerta
guru yang juga berarti guru, tetapi artinya harafiahnya adalah "berat")
adalah seorang pengajar suatu ilmu. Dalam bahasa Indonesia, guru umumnya merujuk
pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik.
Guru adalah pendidik dan
pengajar pada pendidikan anak usia
dini jalur sekolah atau pendidikan formal, pendidikan
dasar, dan pendidikan menengah. Guru-guru seperti ini harus mempunyai semacam
kualifikasi formal. Dalam definisi yang lebih luas, setiap orang yang
mengajarkan suatu hal yang baru dapat juga dianggap seorang guru. Beberapa
istilah yang juga menggambarkan peran guru, antara lain:
- Dosen
- Mentor
- Tutor
Guru adalah kreator proses belajar
mengajar. la adalah orang yang akan mengembangkan suasana bebas bagi siswa
untuk mengkaji apa yang menarik minatnya, mengekspresikan ide-ide dan
kreativitasnya dalam batas-batas norma-norma yang ditegakkan secara konsisten.
Sekaligus guru akan berperan sebagai model bagi anak didik. Kebesaran jiwa,
wawasan dan pengetahuan guru atas perkembaagan masyarakatnya akan mengantarkan
para siswa untuk dapat berpikir melewati batas-batas kekinian, berpikir untuk
menciptakan masa depan yang lebih baik.Mahdi Ghulsyani dalam karyanya, “Filsafat Sains Menurut Al-Quran”,
mengatakan bahwa guru merupakan kelompok manusia yang memiliki fakultas
penalaran, ketaqwaan dan pengetahuan.
B. Syarat-syarat Menjadi Guru
Untuk
dapat melakukan peranan dan melaksanakan tugas serta tanggung jawabnya, guru
memerlukan syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat inilah yang akan membedakan
antara guru dari manusia-manusia lain pada umunya. Adapun syarat-syarat menjadi
guru yaitu:
1)
Persyaratan Administratife
Syarat-syarat
administrative ini antara lain meliputi: soal kewarganegaraan (warga Negara
Indonesia), umur (sekurang-kurangnya 18 tahun), berkelakuan baik, mengajukan
permohonan. Disamping itu masih ada syarat-syarat lain yang telah ditentukan
sesuai dengan kebijakan yang ada.
2)
Persyaratan Teknis
Dalam
persyaratan teknis ini ada yang bersifat formal yakni harus berijazah
pendidikan guru. Hal ini mempunyai konotasi bahwa seseorang yang memilik ijazah
pendidikan guru itu dinilai sudah mampu mengajar. Kemudian starat-syarat yang
lain adalah menguasai cara dan tekhnik mengajar, terampil mendesain program
pengajaran serta memiliki motivasi dan cita-cita memajukan pendidikan atau
pengajaran.
3)
Persyaratan Psikis
Yang
berkaitan dengan kelompok persyaratan psikis, antara lain: sehat rohani, dewasa
dalam berfikir dan bertindak, mampu mengendalikan emosi, sabar, ramah dan
sopan, memilik jiwa kepemimpinan, konsekuen dan berani bertanggung jawab,
berani berkorban dan memilik jiwa pengabdian. Disamping itu, guru juga dituntut
untuk bersifat pragmatis dan realistis, tetapi juga memilik pandangan yang
mendasar dan filosofis. Guru juga harus mematuhi norma dan nilaiyang berlaku
serta memiliki semangat membangun. Inilah pentingnya bahwa guru harus
memilikpanggilan hati nurani untuk mengabdi demi anak didik.
4)
Persyaratan Fisik
Persyaratn
fisik antara lain meliputi: berbadan sehat, tidak memilik cacat tubuh yang
mungkin mengganggu pekerjaannya, tidak memilik gejala-gejala penyakit yang
menular. Dalam persyaratan fisik ini juga menyangkut kerapian dan kebersihan
termasuk bagaimana cara berpakaian. Sebab bagaimanapun juga guru akan selaluu
dilihat atau diamati dan bahkan dinilai oleh para siswa atau anak.
Dari
berbagai persyaratan yang telah dikemukakan diatas, menunjukkan bahwa guru
menempati bagian ‘tersendiri’ dengan berbagai cirri kekhususannya, apalagi
kalau dikaitkan dengan tugas keprofesiannya. Sesuai dengan tugas
keprofesiannya, maka sifat dan persyaratan tersebut secara garis besar dapat
diklasifikasikan dalam spectrum yang lebih luas, yakni guru harus:
- Memiliki kemampuan profesional
- Memilki kapasitas intelektual
- Memilki sifat edukasi sosial
Ketiga
syarat kemampuan itu diharapkan telah dimiliki oleh setiap guru sehingga mampu
memenuhi fungsinya sebagai pendidik bangsa, guru disekolah dan pemimpin di
masyarakat. Untuk itu diperlukan kedewasaan dan kematangan diri guru itu
sendiri. Dengan kata lain bahwa ketiga syarat kemampuan tersebut perlu
dihubungkan dengan tingkat kedewasaan dari seorang guru.
Selain
syarat-syarat yang telah disebutkan di atas, guru juga memerlukan tiga
kemampuan dasar, yakni a) didaktik,
yakni kemampuan untuk menyampaikan sesuatu secara oral atau ceramah, yang
dibantu dengan buku teks, demontrasi, tes, dan alat bantu tradisional lain; b) coaching, di mana guru
memberikan kesempatan kepada siswa untuk berlatih dan mempraktikan
keterampilannya, mengamati sejauh mana siswa mampu mempraktekkan keterampilan
tersebut, serta segera memberikan umpan balik atas apa yang dilakukan siswa;
dan, c) socratic atau mauitic
question, di mana guru menggunakan pertanyaan pengarah untuk membantu
siswa mengembangkan pandangan dan internalisasi terhadap materi yang
dipelajari. Tanpa menguasai tiga kemampuan dasar tersebut, ibaratnya pemain
sepakbola yang tidak memiliki kemampuan dasar bermain bola, seperti bagaimana
menendang atau heading yang baik dan benar, betapapun dididik dengan
gaya samba Brazil atau gerendel Italia tetap saja tidak akan dapat memenangkan
pertandingan. Demikian pula untuk guru, tanpa memiliki tiga kemampuan dasar
tersebut, betapapun para guru dilatih berbagai metode mengajar yang canggih
tetap saja prestasi siswa tidak dapat ditingkatkan. Sebaliknya, dengan
menguasai tiga kemampuan dasar tersebut, metode mengajar apapun akan dapat
dilaksananakan dengan mudah oleh yang bersangkutan. Sudah barang tentu apabila
guru telah menguasai dengan baik materi yang akan disampaikan.
Sudah
saatnya posisi mengajar diletakan kembali pada profesi yang tepat, yakni
sebagai soft profession, di mana unsur art dan sense memegang
peran yang amat penting. Oleh karena itu, untuk pembinaan dan pengembangan
profesional kemampuan guru yang diperlukan bukannya instruksi, juklak dan
juknis serta berbagai pedoman lain, yang cenderung akan mematikan
kreativitas guru. Melainkan, memperbaiki dan meningkatkan tiga kemampuan dasar
yang harus dimiliki guru sebagaimana tersebut di atas, serta memberikan
kebebasan kepada guru untuk berinovasi dalam melaksanaakan proses belajar
mengajar.
C. Karakteristik Guru
Pemahaman
akan hakekat kerja guru ini sangat penting sebagai landasan dalam mengembangkan
program pembinaan dan pengembangan guru. Kalau direnungkan secara mendalam,
maka kita akan dapat menemukan beberapa karakteristik kerja guru, antara
lain:
1.
Pekerjaan guru adalah pekerjaan yang
bersifat individualistis non colaboratif.
2.
Pekerjaan guru adalah pekerjaan yang
dilakukan dalam ruang yang terisolir dan menyerap seluruh waktu.
3.
Pekerjaan guru adalah pekerjaan yang
kemungkinan terjadinya kontak akademis antar guru rendah.
4.
Pekerjaan guru tidak pernah mendapatkan
umpan balik.
5.
Pekerjaan guru memerlukan waktu untuk
mendukung waktu kerja di ruang kelas.
Marilah
kita bicarakan satu persatu karakteristik guru di atas. Karakteristik pertama,
pekerjaan guru bersifat individualistis
non colaboratif, memiliki arti bahwa guru dalam melaksanakan tugas-tugas
pengajarannya memiliki tanggung jawab secara individual, tidak mungkin
dikaitkan dengan tanggung jawab orang lain. Pekerjaan guru dalam melaksanakan
proses belajar mengajar dari waktu ke waktu dihadapkan pada pengambilan
keputusan dan melakukan tindakan. Dalam pengambilan keputusan dan tindakan itu
harus dilaksanakan oleh guru secara mandiri. Sebagai contoh, di tengah proses
belajar mengajar berlangsung terdapat siswa yang tertidur sehingga siswa yang
lain berisik. Guru harus mengambil keputusan dan menentukan tindakan saat itu,
dan tidak mungkin meminta pertimbangan teman guru yang lain. Oleh karena
itulah, wawasan dan kecermatan sangat penting bagi seorang guru.
Karakteristik
kedua, pekerjaan guru adalah pekerjaan yang dilakukan dalam ruang yang
terisolir dan menyerap seluruh waktu. Hal ini sudah diketahui bersama, bahwa
hampir seluruh waktu guru dihabiskan di ruang-ruang kelas bersama para
siswanya. Implikasi dari hal ini adalah bahwa keberhasilan kerja guru tidak
hanya ditentukan oleh kemampuan akademik, tetapi juga oleh motivasi dan
dedikasi guru untuk terus dapat hidup dan menghidupkan suasana kelas.
Karakteristik
ketiga, pekerjaan guru adalah pekerjaan yang kemungkinan terjadinya kontak
akademis antar guru rendah. Bisa dicermati, setiap hari berapa lama guru bisa
berinteraksi dengan sejawat guru. Dalam interaksi ini apa yang paling banyak
dibicarakan. Banyak bukti menunjukkan bahwa interaksi akademik antar guru
sangat rendah. Kalau dokfer ketemu dokter yang paling banyak dibicarakan adalah
tentang penyakit, penemuan teknik baru dalam pengobatan. Kalau insinyur ketemu
insinyur, yang dibicarakan adalah adanya teknik baru dalam membangun jembatan,
penemuan untuk meningkatkan daya bangunan air, dan sebagainya. Tetapi apabila
guru ketemu guru, apa yang dibicarakan? Rendahnya kontak akademik guru ini di
samping dikarenakan soal waktu guru yang habis diserap di ruang-ruang kelas,
kemungkinan juga karena kejenuhan guru berinteraksi akademik dengan para
siswanya.
Karakteristik
keempat, pekerjaan guru tidak pernah mendapatkan umpan balik. Umpan balik
adalah informasi baik berupa komentar ataupun kritik atas apa yang telah
dilakukan dalam melaksanakan proses belajar mengajar, yang diterima oleh guru.
Berdasarkan umpan balik inilah guru akan dapat memperbaiki dan meningkatkan
kualitas proses belajar mengajarnya. Muncul pertanyaan, kalau guru tidak pernah
mendapatkan umpan balik, bagaimana guru dapat memperbaiki dan meningkatkan
kualitas pengajarannya.
Karakteristik
kelima, pekerjaan guru memerlukan waktu untuk mendukung waktu kerja di ruang
kelas. Waktu kerja guru tidak terbatas hanya di ruang-ruang kelas saja. Dalam
banyak hal, justru waktu guru untuk mempersiapkan proses belajar mengajar di
ruang kelas lebih lama. Berkaitan dengan padatnya waktu guru itu, muncul
pertanyaan kapankah guru dapat merenungkan melakukan refleksi atas apa yang telah
dilakukan bagi para siswanya.
Di
samping karakteristik pekerjaan guru, karakteristik disiplin ilmu pengetahuan
sangat penting artinya untuk difahami, khususnya oleh guru sendiri. Sebab, guru
harus menjiwai disiplin ilmu yang harus diajarkan. Di Amerika Serikat,
misalnya, kalau ada konferensi guru-guru, orang akan segera dapat membedakan
guru berdasarkan disiplin ilmu yang diajarkan: mana guru matematik dan mana
guru ilmu sosial.
Namun
realitas menunjukkan bahwa kualitas guru belum sebagaimana yang diharapkan.
Berbagai usaha yang serius dan sungguh-sungguh serta terencana harus secara
terus menerus dilakukan dalam pengembangan kualitas guru. Berdasarkan karakteristik
kerja guru sebagaimana dikemukakan di atas, berbagai cara pembinaan guru telah
dilaksanakan. Teknik pembinaan yang telah dikembangkan dan diterapkan adalah
dengan sistem PKG. Di samping itu, telah dikembangkan pula MGMP dan SKG. Untuk
meningkatkan dan memperdalam penguasaan materi telah dilaksanakan pula Kursus
Pendalaman Materi (KPM), dan untuk dapat mengikuti perkembangan teknologi telah
dilatihkan pemanfaatan komputer dalam pengajaran matematika.
D. Perbedaan Profesi Guru dengan
Profesi yang lain
Berbicara soal kedudukan guru
sebagai tenaga profesional, akan lebih tepat kalau diketahui terlebih dahulu
mengenai maksud kata profesi. Pengertian profesi itu memiki banyak konotasi,
salah satu diantaranya tenaga kependidikan, termasuk guru. Secara umum, profesi
diartrikan sebagai suatu pekerjaan yang memerlukan pendidikan lanjut didalam science dan teknologi yang digunakan
sebagai perangkat dasar untuk diimplementasikan dalam berbagai kegiatan yang
bermanfaat. Dalam aplikasinya, menyangkut aspek-aspek yang lebih bersifat
mental dari pada yang bersifat manual work. Pekerjaan profesional akan
senantiasa menggunakan teknik dan prosedur yang berpijak pada landasan
intelektual yang harus dipelajari secara sengaja, terencana dan kemudian
dipergunakan demi kemaslahatan orang lain.
Seorang
pekerja profesional, khususnya guru dapat dibedakan dari seorang teknis, karena
disamping menguasai sejumlah teknik serta prosedur kerja tertentu, seorang
pekerja profesional juga ditandai adanya informed responsiveness terhadap
implikasi kemasyarakatan dari objek kerjanya.
Hal
ini berarti bahwa seorang pekerja profesional atau guru harus memilki persepsi
filosofis dan ketanggapan yang bijaksana yang lebih mantap dalam menyikapi dan
melaksanakn pekerjaannya. Kalau kompetisi seorang teknisi lebih bersifat
mekanik dalam arti sangat mementingkan kecermatan sedang kompetensi seorang
guru sebagai tenaga profesional kependidikan ditandai dengan serentetan
diagnosis, rediagnosis dan penyesuaian yang terus menerus. Dalam hal ini
disamping kecermatan untuk menetukan langkah, guru harus juga sabar, ulet dan
telaten serta tanggap terhadap setiap kondisi sehingga diakhir pekerjaannya
akan membuahkan suatu hasil yang memuaskan. Menurut Westby dan Gibson, ciri-ciri
keprofesian di bidang kependidikan sebagai berikut:
- Diakui oleh masyarakat dan layanan yang diberikan hanya dipekerjakan oleh pekerja yang dikategorikan sebagai suatu profesi.
- Memiliki sekumpulan bidang ilmu pengetahuan sebagai landasan dari sejumlah teknik dan prosedur yang unik. Sebagai contoh misalnya profesi dibidang kedokteran, harus pula mempelajari anatomi, bakteriologi dan sebagainya. Juga profesi dibidang keguruan misalnya harus mempelajari psikologi, metodik dll.
- Diperlukan persiapan yang sengaja dan sistematis, sebelum orang itu dapat melaksanakan pekerjaan profesional.
- Memilki mekanisme untuk menyaring sehingga orang yang berkompeten saja yang diperbolehkan bekerja.
- Memilki organisasi profesional untuk meningkatkan layanan kepada masyarakat.
Pekerjaan profesional
dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori: Hard profession dan Soft
Profession. Suatu pekerjaan dapat dikategorikan sebagai hard profession
apabila pekerjaan tersebut dapat didetailkan dalam perilaku dan langkah-langkah
yang jelas dan relatif pasti. Pendidikan yang diperlukan bagi profesi ini
adalah menghasilkan output pendidikan yang dapat distandarisasikan.
Artinya, kualifikasi lulusan jelas dan seragam di manapun pendidikan itu
berlangsung. Dengan kualifikasi ini seseorang sudah mampu dan akan terus mampu
melaksanakan tugas profesinya secara mandiri meskipun tanpa pendidikan lagi. Pekerjaan
dokter dan pilot merupakan contoh yang tepat untuk mewakili kategori hard
profession. Sebaliknya, kategori soft profession adalah
diperlukannya kadar seni dalam melaksanakan pekerjaan tersebut. Ciri pekerjaan
tersebut tidak dapat dijabarkan secara detail dan pasti. Sebab, langkah-langkah
dan tindakan yang harus diambil, sangat ditentukan oleh kondisi dan situasi
tertentu. Implikasi kategori soft profession tidak menuntut pendidikan yang
dapat menghasilkan lululsan dengan standar tertentu melainkan menuntut lulusan
dibekali dengan kemampuan minimal. Kemampuan ini dari waktu ke waktu harus
ditingkatkan agar dapat melaksanakan tugas pekerjaannya sesuai dengan
perkembangan masyarakat. Oleh karena itu, lembaga in-service framing
bagi soft-profession amat penting. Barangkali, wartawan dan advokat,
merupakan contoh dari kategori profesi ini.
Mengajar merupakan
suatu seni untuk mentransfer pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai yang
diarahkan oleh nilai-nilai pendidikan, kebutuhan-kebutuhan individu siswa,
kondisi lingkungan, dan keyakinan yang dimiliki oleh guru. Dalam proses belajar
mengajar, guru adalah orang yang akan mengembangkan suasana bebas bagi siswa
untuk mengkaji apa yang menarik, mengekspresikan ide-ide dan kreativitasnya
dalam batas norma-norma yang ditegakkan secara konsisten. Sekaligus guru akan
berperan sebagai model bagi para siswa. Kebesaran jiwa, wawasan dan pengetahuan
guru atas perkembangan masyarakatnya akan mengantarkan para siswa untuk dapat
berpikir melewati batasbatas kekinian, berpikir untuk menciptakan masa depan
yang lebih baik. Dalammelaksanakan tugas tersebut guru akan dihadapkan pada
perbagai problem yang muncul dan sebagian besar problem tersebut harus segera
dipecahkan serta diputuskan pemecahannya oteh guru itu sendiri pada waktu itu
pula. Sebagai konsekuensinya, yang akan dan harus dilakukan oleh guru tidak
mungkin dapat dirumuskan dalam suatu prosedur yang baku.
Agar transfer tersebut
dapat berlangsung dengan lancar, maka guru paling tidak harus senantiasa melakukan
tiga hal: a) menggerakkan,
membangkitkan dan menggabungkan seluruh kemampuan yang dimiliki siswa; b) menjadikan apa yang ditransfer
menjadi sesuatu yang menantang diri siswa, sehingga muncul intrinsic-motivation
untuk mempelajarinya; dan, c)
mengkaji secara mendalam materi yang ditransfer sehingga menimbulkan
keterkaitan dengan pengetahuan yang lain.
Profesi guru adalah
lebih cocok dikategorikan sebagai Soft Profession. Karena dalam
mengajar guru dapat melaksanakan dengan berbagai cara yang tidak harus
mengikuti suatu prosedur baku, dan aspek dan "sense" dan "art"
memegang peran yang amat penting. Misalnya, mungkin saja seorang guru mengajar
dengan menyajikan kesimpulan pada awal pelajaran yang kemudian baru
dilaksanakan pembahasan. Pada kesempatan lain, ia mengajar dengan menyampaikan
bahasan dulu baru menarik kesimpulan. Kalau dokter membedah dahulu baru
kemudian membius berarti dokter tersebut melakukan malpraktek, dan pasti akan
menghasilkan kecelakaan.
Namun, dewasa ini pekerjaan
mengajar diperlakukan sebagai hard profession, sehingga mengajar
menjadi suatu proses yang sedemikian kompleks. Sebagai konsekuensinya, maka
perlu disusun suatu prosedur perilaku baku dalam mengajar. Secara sadar atau
tidak, proses pembakuan prosedur mengajar ini mematikan kreativitas guru.
Akibat lebih jauh adalah pekerjaan mengajar bersifat inhuman, diperlakukan
sebagai suatu bagian dalam proses industri, yang dapat dikendalikan dan diatur
dengan serangkaian Juklak dan Juknis. Kematian kreativitas guru sebagai suatu
kehilangan yang patut ditangisi. Sebab, kreativitas adalah merupakan "ruh"
dalam proses belajar mengajar.
Guru merupakan sosok yang begitu dihormati lantaran memiliki andil
yang sangat besar terhadap keberhasilan pembelajaran di sekolah. Guru sangat
berperan dalam membantu perkembangan peserta didik untuk mewujudkan tujuan
hidupnya secara optimal. Ketika orang tua mendaftarkan anaknya ke sekolah, pada
saat itu juga ia menaruh harapan terhadap guru, agar anaknya dapat berkembang
secara optimal (Mulyasa, 2005:10).
Begitu kompleksnya permasalahan guru di tanah air tercinta
ini. Telah ada begitu banyak diskusi, seminar, lokakarya, dan pertemuan ilmiah
lainnya yang membicarakan betapa rumitnya permasalahan guru di negri ribuan
pulau ini. Guru kita sering berada pada posisi yang sangat dilematis karena
pada satu sisi menjadi tumpuan harapan keberlangsungan masa depan anak bangsa
ini dalam bidang pendidikan di masa yang akan datang, namun pada saat yang sama
guru sulit keluar dari permasalahan klasik yang melilit mereka, seperti
kesejahteraan, penghargaan,dan isu tentang profesionalisme.
Jika kita bandingkan dengan profesi guru dengan profesi
terhormat lainnya, seperti dokter, pengacara, dan akuntan, maka kita akan
melihat betapa besarnya perbedaan profesi guru dengan profesi lainnya itu.
Lazim diketahui bahwa untuk menjadi seorang dokter, pengacara, dan akuntan,
misalnya, membutuhkan proses yang panjang dan waktu yang lama. Mereka harus
mengikuti berbagai jenis jenjang pendidikan formal, praktek lapangan, atau
magang dalam waktu tertentu di bidangnya masing-masing. Bahkan, di negara-negara
maju, seperti Jerman dan Amerika, konon untuk mendapatkan status guru seseorang
harus magang di lembaga pendidikan minimal dua tahun. Hal ini dilakukan sebagai
salah satu jaminan bahwa yang bersangkutan profesional dalam menjalankan
tugasnya.
Apalagi kalau kita membandingkannya dari sisi
kesejahteraan, maka perbedaannya akan semakin kelihatan. Tiga profesi yang
dijadikan model perbandingan di atas memiliki standar gaji dan renomerasi yang
jelas. Sebagai seorang profesional, mereka mampu menghargai diri sendiri,
mereka juga mampu menjaga etika profesi dengan baik. Namun banyak guru di
pelosok negeri ini yang bergaji Rp. 60.000 per bulan. Banyak guru yang gajinya
di bawah buruh pabrik. Gaji guru tidak mengikuti standar UMK, karena kebanyakan
dibayar berdasarkan jumlah jam mengajar, dan kebanyakan guru tidak memiliki
serikat pekerja, sehingga tidak bisa menuntut hak-haknya. Akhirnya, untuk
mencukupi kebutuhan hidup harus membanting tulang di luar profesi keguruan,
seperti mengojek atau berjualan. Padahal mereka dituntut untuk mencerdaskan
anak bangsa, sebuah tuntutan yang amat berat. Jika kualitas pendidikan di
negeri ini rendah, pantaskah kita menyalahkan,gurunya tidak profesional?
Berdasarkan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional (Sisdiknas) dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005
tentang Undang-Undang Guru dan Dosen (UUGD) serta Peraturan Pemerintah Nomor 19
Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) dinyatakan bahwa guru adalah
pendidik profesional dengan persyaratan memiliki kualifikasi akademik minimal
S1 atau Diploma IV yang relevan dan menguasai kompetensi sebagai agen
pembelajaran. Sebagai agen pembelajaran, seorang guru harus memiliki kompetensi
paedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional dan kompetensi
sosial yang dibuktikan dengan sertifikat pendidik.
Dengan adanya Undang-Undang tentang Sisdiknas tersebut
diatas, kita tidak ragu lagi dalam melaksanakan tugas sebagai pencerah masa
depan. Karena pemerintah berusaha untuk menjamin kesejateraan guru dengan
adanya program sertifikasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar