Sabtu, 11 Februari 2012

Guru


A.    Pengertian Guru
Guru (dari bahasa Sansekerta guru yang juga berarti guru, tetapi artinya harafiahnya adalah "berat") adalah seorang pengajar suatu ilmu. Dalam bahasa Indonesia, guru umumnya merujuk pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik.
Guru adalah pendidik dan pengajar pada pendidikan anak usia dini jalur sekolah atau pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Guru-guru seperti ini harus mempunyai semacam kualifikasi formal. Dalam definisi yang lebih luas, setiap orang yang mengajarkan suatu hal yang baru dapat juga dianggap seorang guru. Beberapa istilah yang juga menggambarkan peran guru, antara lain:
Guru adalah kreator proses belajar mengajar. la adalah orang yang akan mengembangkan suasana bebas bagi siswa untuk mengkaji apa yang menarik minatnya, mengekspresikan ide-ide dan kreativitasnya dalam batas-batas norma-norma yang ditegakkan secara konsisten. Sekaligus guru akan berperan sebagai model bagi anak didik. Kebesaran jiwa, wawasan dan pengetahuan guru atas perkembaagan masyarakatnya akan mengantarkan para siswa untuk dapat berpikir melewati batas-batas kekinian, berpikir untuk menciptakan masa depan yang lebih baik.Mahdi Ghulsyani dalam karyanya, “Filsafat Sains Menurut Al-Quran”, mengatakan bahwa guru merupakan kelompok manusia yang memiliki fakultas penalaran, ketaqwaan dan pengetahuan.
B.     Syarat-syarat Menjadi Guru
Untuk dapat melakukan peranan dan melaksanakan tugas serta tanggung jawabnya, guru memerlukan syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat inilah yang akan membedakan antara guru dari manusia-manusia lain pada umunya. Adapun syarat-syarat menjadi guru yaitu:
1)      Persyaratan Administratife
Syarat-syarat administrative ini antara lain meliputi: soal kewarganegaraan (warga Negara Indonesia), umur (sekurang-kurangnya 18 tahun), berkelakuan baik, mengajukan permohonan. Disamping itu masih ada syarat-syarat lain yang telah ditentukan sesuai dengan kebijakan yang ada.
2)      Persyaratan Teknis
Dalam persyaratan teknis ini ada yang bersifat formal yakni harus berijazah pendidikan guru. Hal ini mempunyai konotasi bahwa seseorang yang memilik ijazah pendidikan guru itu dinilai sudah mampu mengajar. Kemudian starat-syarat yang lain adalah menguasai cara dan tekhnik mengajar, terampil mendesain program pengajaran serta memiliki motivasi dan cita-cita memajukan pendidikan atau pengajaran.
3)      Persyaratan Psikis
Yang berkaitan dengan kelompok persyaratan psikis, antara lain: sehat rohani, dewasa dalam berfikir dan bertindak, mampu mengendalikan emosi, sabar, ramah dan sopan, memilik jiwa kepemimpinan, konsekuen dan berani bertanggung jawab, berani berkorban dan memilik jiwa pengabdian. Disamping itu, guru juga dituntut untuk bersifat pragmatis dan realistis, tetapi juga memilik pandangan yang mendasar dan filosofis. Guru juga harus mematuhi norma dan nilaiyang berlaku serta memiliki semangat membangun. Inilah pentingnya bahwa guru harus memilikpanggilan hati nurani untuk mengabdi demi anak didik.
4)      Persyaratan Fisik
Persyaratn fisik antara lain meliputi: berbadan sehat, tidak memilik cacat tubuh yang mungkin mengganggu pekerjaannya, tidak memilik gejala-gejala penyakit yang menular. Dalam persyaratan fisik ini juga menyangkut kerapian dan kebersihan termasuk bagaimana cara berpakaian. Sebab bagaimanapun juga guru akan selaluu dilihat atau diamati dan bahkan dinilai oleh para siswa atau anak.
Dari berbagai persyaratan yang telah dikemukakan diatas, menunjukkan bahwa guru menempati bagian ‘tersendiri’ dengan berbagai cirri kekhususannya, apalagi kalau dikaitkan dengan tugas keprofesiannya. Sesuai dengan tugas keprofesiannya, maka sifat dan persyaratan tersebut secara garis besar dapat diklasifikasikan dalam spectrum yang lebih luas, yakni guru harus:
  • Memiliki kemampuan profesional
  • Memilki kapasitas intelektual
  • Memilki sifat edukasi sosial
Ketiga syarat kemampuan itu diharapkan telah dimiliki oleh setiap guru sehingga mampu memenuhi fungsinya sebagai pendidik bangsa, guru disekolah dan pemimpin di masyarakat. Untuk itu diperlukan kedewasaan dan kematangan diri guru itu sendiri. Dengan kata lain bahwa ketiga syarat kemampuan tersebut perlu dihubungkan dengan tingkat kedewasaan dari seorang guru.
Selain syarat-syarat yang telah disebutkan di atas, guru juga memerlukan tiga kemampuan dasar, yakni a) didaktik, yakni kemampuan untuk menyampaikan sesuatu secara oral atau ceramah, yang dibantu dengan buku teks, demontrasi, tes, dan alat bantu tradisional lain; b) coaching, di mana guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk berlatih dan mempraktikan keterampilannya, mengamati sejauh mana siswa mampu mempraktekkan keterampilan tersebut, serta segera memberikan umpan balik atas apa yang dilakukan siswa; dan, c) socratic atau mauitic question, di mana guru menggunakan pertanyaan pengarah untuk membantu siswa mengembangkan pandangan dan internalisasi terhadap materi yang dipelajari. Tanpa menguasai tiga kemampuan dasar tersebut, ibaratnya pemain sepakbola yang tidak memiliki kemampuan dasar bermain bola, seperti bagaimana menendang atau heading yang baik dan benar, betapapun dididik dengan gaya samba Brazil atau gerendel Italia tetap saja tidak akan dapat memenangkan pertandingan. Demikian pula untuk guru, tanpa memiliki tiga kemampuan dasar tersebut, betapapun para guru dilatih berbagai metode mengajar yang canggih tetap saja prestasi siswa tidak dapat ditingkatkan. Sebaliknya, dengan menguasai tiga kemampuan dasar tersebut, metode mengajar apapun akan dapat dilaksananakan dengan mudah oleh yang bersangkutan. Sudah barang tentu apabila guru telah menguasai dengan baik materi yang akan disampaikan.
Sudah saatnya posisi mengajar diletakan kembali pada profesi yang tepat, yakni sebagai soft profession, di mana unsur art dan sense memegang peran yang amat penting. Oleh karena itu, untuk pembinaan dan pengembangan profesional kemampuan guru yang diperlukan bukannya instruksi, juklak dan juknis serta berbagai pedoman lain,  yang cenderung akan mematikan kreativitas guru. Melainkan, memperbaiki dan meningkatkan tiga kemampuan dasar yang harus dimiliki guru sebagaimana tersebut di atas, serta memberikan kebebasan kepada guru untuk berinovasi dalam melaksanaakan proses belajar mengajar.

C.    Karakteristik Guru
Pemahaman akan hakekat kerja guru ini sangat penting sebagai landasan dalam mengembangkan program pembinaan dan pengembangan guru. Kalau direnungkan secara mendalam, maka kita akan dapat menemukan beberapa karakteristik kerja guru, antara lain: 
1.      Pekerjaan guru adalah pekerjaan yang bersifat individualistis non colaboratif.
2.      Pekerjaan guru adalah pekerjaan yang dilakukan dalam ruang yang terisolir dan menyerap seluruh waktu.
3.      Pekerjaan guru adalah pekerjaan yang kemungkinan terjadinya kontak akademis antar guru rendah.
4.      Pekerjaan guru tidak pernah mendapatkan umpan balik.
5.      Pekerjaan guru memerlukan waktu untuk mendukung waktu kerja di ruang kelas.

Marilah kita bicarakan satu persatu karakteristik guru di atas. Karakteristik pertama, pekerjaan guru   bersifat individualistis non colaboratif, memiliki arti bahwa guru dalam melaksanakan tugas-tugas pengajarannya memiliki tanggung jawab secara individual, tidak mungkin dikaitkan dengan tanggung jawab orang lain. Pekerjaan guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar dari waktu ke waktu dihadapkan pada pengambilan keputusan dan melakukan tindakan. Dalam pengambilan keputusan dan tindakan itu harus dilaksanakan oleh guru secara mandiri. Sebagai contoh, di tengah proses belajar mengajar berlangsung terdapat siswa yang tertidur sehingga siswa yang lain berisik. Guru harus mengambil keputusan dan menentukan tindakan saat itu, dan tidak mungkin meminta pertimbangan teman guru yang lain. Oleh karena itulah, wawasan dan kecermatan sangat penting bagi seorang guru.
Karakteristik kedua,  pekerjaan guru adalah pekerjaan yang dilakukan dalam ruang yang terisolir dan menyerap seluruh waktu. Hal ini sudah diketahui bersama, bahwa hampir seluruh waktu guru dihabiskan di ruang-ruang kelas bersama para siswanya. Implikasi dari hal ini adalah bahwa keberhasilan kerja guru tidak hanya ditentukan oleh kemampuan akademik, tetapi juga oleh motivasi dan dedikasi guru untuk terus dapat hidup dan menghidupkan suasana kelas.
Karakteristik ketiga, pekerjaan guru adalah pekerjaan yang kemungkinan terjadinya kontak akademis antar guru rendah. Bisa dicermati, setiap hari berapa lama guru bisa berinteraksi dengan sejawat guru. Dalam interaksi ini apa yang paling banyak dibicarakan. Banyak bukti menunjukkan bahwa interaksi akademik antar guru sangat rendah. Kalau dokfer ketemu dokter yang paling banyak dibicarakan adalah tentang penyakit, penemuan teknik baru dalam pengobatan. Kalau insinyur ketemu insinyur, yang dibicarakan adalah adanya teknik baru dalam membangun jembatan, penemuan untuk meningkatkan daya bangunan air, dan sebagainya. Tetapi apabila guru ketemu guru, apa yang dibicarakan? Rendahnya kontak akademik guru ini di samping dikarenakan soal waktu guru yang habis diserap di ruang-ruang kelas, kemungkinan juga karena kejenuhan guru berinteraksi akademik dengan para siswanya.
Karakteristik keempat, pekerjaan guru tidak pernah mendapatkan umpan balik. Umpan balik adalah informasi baik berupa komentar ataupun kritik atas apa yang telah dilakukan dalam melaksanakan proses belajar mengajar, yang diterima oleh guru. Berdasarkan umpan balik inilah guru akan dapat memperbaiki dan meningkatkan kualitas proses belajar mengajarnya. Muncul pertanyaan, kalau guru tidak pernah mendapatkan umpan balik, bagaimana guru dapat memperbaiki dan meningkatkan kualitas pengajarannya.
Karakteristik kelima, pekerjaan guru memerlukan waktu untuk mendukung waktu kerja di ruang kelas. Waktu kerja guru tidak terbatas hanya di ruang-ruang kelas saja. Dalam banyak hal, justru waktu guru untuk mempersiapkan proses belajar mengajar di ruang kelas lebih lama. Berkaitan dengan padatnya waktu guru itu, muncul pertanyaan kapankah guru dapat merenungkan melakukan refleksi atas apa yang telah dilakukan bagi para siswanya.
Di samping karakteristik pekerjaan guru, karakteristik disiplin ilmu pengetahuan sangat penting artinya untuk difahami, khususnya oleh guru sendiri. Sebab, guru harus menjiwai disiplin ilmu yang harus diajarkan. Di Amerika Serikat, misalnya, kalau ada konferensi guru-guru, orang akan segera dapat membedakan guru berdasarkan disiplin ilmu yang diajarkan: mana guru matematik dan mana guru ilmu sosial.
Namun realitas menunjukkan bahwa kualitas guru belum sebagaimana yang diharapkan. Berbagai usaha yang serius dan sungguh-sungguh serta terencana harus secara terus menerus dilakukan dalam pengembangan kualitas guru. Berdasarkan karakteristik kerja guru sebagaimana dikemukakan di atas, berbagai cara pembinaan guru telah dilaksanakan. Teknik pembinaan yang telah dikembangkan dan diterapkan adalah dengan sistem PKG. Di samping itu, telah dikembangkan pula MGMP dan SKG. Untuk meningkatkan dan memperdalam penguasaan materi telah dilaksanakan pula Kursus Pendalaman Materi (KPM), dan untuk dapat mengikuti perkembangan teknologi telah dilatihkan pemanfaatan komputer dalam pengajaran matematika.
D.    Perbedaan Profesi Guru dengan Profesi yang lain

Berbicara soal kedudukan guru sebagai tenaga profesional, akan lebih tepat kalau diketahui terlebih dahulu mengenai maksud kata profesi. Pengertian profesi itu memiki banyak konotasi, salah satu diantaranya tenaga kependidikan, termasuk guru. Secara umum, profesi diartrikan sebagai suatu pekerjaan yang memerlukan pendidikan lanjut didalam science dan teknologi yang digunakan sebagai perangkat dasar untuk diimplementasikan dalam berbagai kegiatan yang bermanfaat. Dalam aplikasinya, menyangkut aspek-aspek yang lebih bersifat mental dari pada yang bersifat manual work. Pekerjaan profesional akan senantiasa menggunakan teknik dan prosedur yang berpijak pada landasan intelektual yang harus dipelajari secara sengaja, terencana dan kemudian dipergunakan demi kemaslahatan orang lain.
Seorang pekerja profesional, khususnya guru dapat dibedakan dari seorang teknis, karena disamping menguasai sejumlah teknik serta prosedur kerja tertentu, seorang pekerja profesional juga ditandai adanya informed responsiveness terhadap implikasi kemasyarakatan dari objek kerjanya.
Hal ini berarti bahwa seorang pekerja profesional atau guru harus memilki persepsi filosofis dan ketanggapan yang bijaksana yang lebih mantap dalam menyikapi dan melaksanakn pekerjaannya. Kalau kompetisi seorang teknisi lebih bersifat mekanik dalam arti sangat mementingkan kecermatan sedang kompetensi seorang guru sebagai tenaga profesional kependidikan ditandai dengan serentetan diagnosis, rediagnosis dan penyesuaian yang terus menerus. Dalam hal ini disamping kecermatan untuk menetukan langkah, guru harus juga sabar, ulet dan telaten serta tanggap terhadap setiap kondisi sehingga diakhir pekerjaannya akan membuahkan suatu hasil yang memuaskan. Menurut Westby dan Gibson, ciri-ciri keprofesian di bidang kependidikan sebagai berikut:
  1. Diakui oleh masyarakat dan layanan yang diberikan hanya dipekerjakan oleh pekerja yang dikategorikan sebagai suatu profesi.
  2. Memiliki sekumpulan bidang ilmu pengetahuan sebagai landasan dari sejumlah teknik dan prosedur yang unik. Sebagai contoh misalnya profesi dibidang kedokteran, harus pula mempelajari anatomi, bakteriologi dan sebagainya. Juga profesi dibidang keguruan misalnya harus mempelajari psikologi, metodik dll.
  3. Diperlukan persiapan yang sengaja dan sistematis, sebelum orang itu dapat melaksanakan pekerjaan profesional.
  4. Memilki mekanisme untuk menyaring sehingga orang yang berkompeten saja yang diperbolehkan bekerja.
  5. Memilki organisasi profesional untuk meningkatkan layanan kepada masyarakat.

Pekerjaan profesional dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori: Hard profession dan Soft Profession. Suatu pekerjaan dapat dikategorikan sebagai hard profession apabila pekerjaan tersebut dapat didetailkan dalam perilaku dan langkah-langkah yang jelas dan relatif pasti. Pendidikan yang diperlukan bagi profesi ini adalah menghasilkan output pendidikan yang dapat distandarisasikan. Artinya, kualifikasi lulusan jelas dan seragam di manapun pendidikan itu berlangsung. Dengan kualifikasi ini seseorang sudah mampu dan akan terus mampu melaksanakan tugas profesinya secara mandiri meskipun tanpa pendidikan lagi. Pekerjaan dokter dan pilot merupakan contoh yang tepat untuk mewakili kategori hard profession. Sebaliknya, kategori soft profession adalah diperlukannya kadar seni dalam melaksanakan pekerjaan tersebut. Ciri pekerjaan tersebut tidak dapat dijabarkan secara detail dan pasti. Sebab, langkah-langkah dan tindakan yang harus diambil, sangat ditentukan oleh kondisi dan situasi tertentu. Implikasi kategori soft profession tidak menuntut pendidikan yang dapat menghasilkan lululsan dengan standar tertentu melainkan menuntut lulusan dibekali dengan kemampuan minimal. Kemampuan ini dari waktu ke waktu harus ditingkatkan agar dapat melaksanakan tugas pekerjaannya sesuai dengan perkembangan masyarakat. Oleh karena itu, lembaga in-service framing bagi soft-profession amat penting. Barangkali, wartawan dan advokat, merupakan contoh dari kategori profesi ini.
 
Mengajar merupakan suatu seni untuk mentransfer pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai yang diarahkan oleh nilai-nilai pendidikan, kebutuhan-kebutuhan individu siswa, kondisi lingkungan, dan keyakinan yang dimiliki oleh guru. Dalam proses belajar mengajar, guru adalah orang yang akan mengembangkan suasana bebas bagi siswa untuk mengkaji apa yang menarik, mengekspresikan ide-ide dan kreativitasnya dalam batas norma-norma yang ditegakkan secara konsisten. Sekaligus guru akan berperan sebagai model bagi para siswa. Kebesaran jiwa, wawasan dan pengetahuan guru atas perkembangan masyarakatnya akan mengantarkan para siswa untuk dapat berpikir melewati batasbatas kekinian, berpikir untuk menciptakan masa depan yang lebih baik. Dalammelaksanakan tugas tersebut guru akan dihadapkan pada perbagai problem yang muncul dan sebagian besar problem tersebut harus segera dipecahkan serta diputuskan pemecahannya oteh guru itu sendiri pada waktu itu pula. Sebagai konsekuensinya, yang akan dan harus dilakukan oleh guru tidak mungkin dapat dirumuskan dalam suatu prosedur yang baku.
 
Agar transfer tersebut dapat berlangsung dengan lancar, maka guru paling tidak harus senantiasa melakukan tiga hal: a) menggerakkan, membangkitkan dan menggabungkan seluruh kemampuan yang dimiliki siswa; b) menjadikan apa yang ditransfer menjadi sesuatu yang menantang diri siswa, sehingga muncul intrinsic-motivation untuk mempelajarinya; dan, c) mengkaji secara mendalam materi yang ditransfer sehingga menimbulkan keterkaitan dengan pengetahuan yang lain.
 
Profesi guru adalah lebih cocok dikategorikan sebagai Soft Profession. Karena dalam mengajar guru dapat melaksanakan dengan berbagai cara yang tidak harus mengikuti suatu prosedur baku, dan aspek dan "sense" dan "art" memegang peran yang amat penting. Misalnya, mungkin saja seorang guru mengajar dengan menyajikan kesimpulan pada awal pelajaran yang kemudian baru dilaksanakan pembahasan. Pada kesempatan lain, ia mengajar dengan menyampaikan bahasan dulu baru menarik kesimpulan. Kalau dokter membedah dahulu baru kemudian membius berarti dokter tersebut melakukan malpraktek, dan pasti akan menghasilkan kecelakaan.
 
Namun, dewasa ini pekerjaan mengajar diperlakukan sebagai hard profession, sehingga mengajar menjadi suatu proses yang sedemikian kompleks. Sebagai konsekuensinya, maka perlu disusun suatu prosedur perilaku baku dalam mengajar. Secara sadar atau tidak, proses pembakuan prosedur mengajar ini mematikan kreativitas guru. Akibat lebih jauh adalah pekerjaan mengajar bersifat inhuman, diperlakukan sebagai suatu bagian dalam proses industri, yang dapat dikendalikan dan diatur dengan serangkaian Juklak dan Juknis. Kematian kreativitas guru sebagai suatu kehilangan yang patut ditangisi. Sebab, kreativitas adalah merupakan "ruh" dalam proses belajar mengajar.
Guru merupakan sosok yang begitu dihormati lantaran memiliki andil yang sangat besar terhadap keberhasilan pembelajaran di sekolah. Guru sangat berperan dalam membantu perkembangan peserta didik untuk mewujudkan tujuan hidupnya secara optimal. Ketika orang tua mendaftarkan anaknya ke sekolah, pada saat itu juga ia menaruh harapan terhadap guru, agar anaknya dapat berkembang secara optimal (Mulyasa, 2005:10).
Begitu kompleksnya permasalahan guru di tanah air tercinta ini. Telah ada begitu banyak diskusi, seminar, lokakarya, dan pertemuan ilmiah lainnya yang membicarakan betapa rumitnya permasalahan guru di negri ribuan pulau ini. Guru kita sering berada pada posisi yang sangat dilematis karena pada satu sisi menjadi tumpuan harapan keberlangsungan masa depan anak bangsa ini dalam bidang pendidikan di masa yang akan datang, namun pada saat yang sama guru sulit keluar dari permasalahan klasik yang melilit mereka, seperti kesejahteraan, penghargaan,dan  isu tentang profesionalisme.
Jika kita bandingkan dengan profesi guru dengan profesi terhormat lainnya, seperti dokter, pengacara, dan akuntan, maka kita akan melihat betapa besarnya perbedaan profesi guru dengan profesi lainnya itu. Lazim diketahui bahwa untuk menjadi seorang dokter, pengacara, dan akuntan, misalnya, membutuhkan proses yang panjang dan waktu yang lama. Mereka harus mengikuti berbagai jenis jenjang pendidikan formal, praktek lapangan, atau magang dalam waktu tertentu di bidangnya masing-masing. Bahkan, di negara-negara maju, seperti Jerman dan Amerika, konon untuk mendapatkan status guru seseorang harus magang di lembaga pendidikan minimal dua tahun. Hal ini dilakukan sebagai salah satu jaminan bahwa yang bersangkutan profesional  dalam menjalankan tugasnya.
Apalagi kalau kita membandingkannya dari sisi kesejahteraan, maka perbedaannya akan semakin kelihatan. Tiga profesi yang dijadikan model perbandingan di atas memiliki standar gaji dan renomerasi yang jelas. Sebagai seorang profesional, mereka mampu menghargai diri sendiri, mereka juga mampu menjaga etika profesi dengan baik. Namun banyak guru di pelosok negeri ini yang bergaji Rp. 60.000 per bulan. Banyak guru yang gajinya di bawah buruh pabrik. Gaji guru tidak mengikuti standar UMK, karena kebanyakan dibayar berdasarkan jumlah jam mengajar, dan kebanyakan guru tidak memiliki serikat pekerja, sehingga tidak bisa menuntut hak-haknya. Akhirnya, untuk mencukupi kebutuhan hidup harus membanting tulang di luar profesi keguruan, seperti mengojek atau berjualan. Padahal mereka dituntut untuk mencerdaskan anak bangsa, sebuah tuntutan yang amat berat. Jika kualitas pendidikan di negeri ini rendah, pantaskah kita menyalahkan,gurunya tidak profesional?
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Undang-Undang Guru dan Dosen (UUGD) serta Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) dinyatakan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan persyaratan memiliki kualifikasi akademik minimal S1 atau Diploma IV yang relevan dan menguasai kompetensi sebagai agen pembelajaran. Sebagai agen pembelajaran, seorang guru harus memiliki kompetensi paedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional dan kompetensi sosial yang dibuktikan dengan sertifikat pendidik.
Dengan adanya Undang-Undang tentang Sisdiknas tersebut diatas, kita tidak ragu lagi dalam melaksanakan tugas sebagai pencerah masa depan. Karena pemerintah berusaha untuk menjamin kesejateraan guru dengan adanya program sertifikasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar