Kamis, 08 November 2012

moneter konvensional vs islam



A.    Definisi dan Konsep Kebijakan Moneter
Jumlah uang yang beredar tidak boleh terlalu berlebihan atau kurang pengendalian jumlah uang yang beredar perlu dilakukan untuk menciptakan iklim yang baik bagi stabilitas harga dan pertumbuhan ekonomi, serta pengendalian terhadap kegiatan kredit. Kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah untuk mengatur jumlah uang yang beredar inilah yang dinamakan dengan kebijakan moneter. Kontribusi kebijakan moneter terhadap stabilitas harga yang sangat penting artinya untuk menekan tingkat inflasi. Pertumbuhan jumlah uang yang beredar sebiaknya mengikuti pertumbuhan ekonomi, sehingga secara tidak langsung dapat menekan tingkat pengangguran. Bank sentral selalu pelaksana kebijakan moneter dapat menjalankan kebijakan baik yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif.
Kebijakan moneter dianggap kebih baik sebagai alat stabilitas kegiatan ekonomi oleh Negara karena
1.      Tidak menimbulkan masalah crowding out
2.      Decision lag-nya tidak terlalu lama sehingga waktu pelaksanaan kebijakan dapat disesuaikan dengan masalah ekonomi yang dihadapi
3.      Tidak menimbulkan beban kepada generasi yang akan datang dalam bentuk keperluan untuk membayar bunga dan mencicil utang pemerintah
Dari paparan di atas definisi yang dimaksud dengan kebijakan moneter adalah upaya mengendalikan atau mengarahkan perekonomian makro ke kondisi yang diinginkan dengan mengatur jumlah uang beredar. Kondisi kebih baik disini adalah dengan meningkatnya output keseimbangan dan atau terpeliharanya stabilitas harga. Melalui kebijakan moneter pemerintah dapat mempertahankan menambah atau mengurangi jumlah uang yang beredar dalam upaya mempertahankan kemampuan ekonomi untuk terus tumbuh sekaligus mengendalikan inflasi. Jika yang dilakukan adalah menambah jumlah uang beredar, maka pemerintah dikatakan menempuh kebijakan moneter ekspansif. Sebaliknya, jika jumlah uang beredar dikurangi, pemerintah menempuh kebijakan kontraktif atau biasa pula dikenal sebagai kebijakan uang ketat.
Selain itu kebijakan moneter dapat pula berarti sebagai peraturan dan ketentuan yang dikeluarkan dalam mengatur penawaran uang dan tingkat bunga, kebijakan ini dilakukan oleh Bank Sentral (BI). Agar ekonomi tumbuh lebih cepat, bank sentral bisa memberikan lebih banyak kredit kepada sistem perbankan melalui operasi pasar terbuka, atau bank sentral menurunkan persyaratan cadangan dari bank-bank atau menurunkan tingkat diskonto, yang harus dibayar oleh bank jika hendak meminjam dari bank sentral. Akan tetapi apabila ekonomi tumbuh terlalu cepat dan inflasi menjadi masalah yang semakin besar, maka bank sentral dapat melakukan operasi pasar terbuka (open market operation), menarik uang dari sistem perbankan, menaikkan persyaratan cadangan minimum (reserve requirement) atau menaikkan diskonto (interest or discount rate), sehingga dengan demikian akan memperlambat pertumbuhan ekonomi. instrumen kebijakan moneter lain berkisar dari kebijakan kredit selektif samapai moral suasion, suatu kebijakan yang sederhana, tetapi sering sangat efektif. Kebijakan moneter dapat dibedakan menjadi dua yaitu:
1.      Kebijakan moneter yang bersifat kuantitatif, yaitu kebijakan umum yang bertujuan untuk mempengaruhi jumlah penawaran uang dan tingkat bunga dalam perekonomian.
a.       Operasi pasar terbuka
b.      Mengubah persyaratan cadangan minimum (reserve requirement)
c.       Mengubah tingkat suku bunga (discount rate)
2.      Kebijakan moneter yang bersifat kualitatif
a.       Pengawasan pinjaman selektif, yaitu menentukan jenis-jenis pinjaman mana yang harus dikurangi atau dihalakkan.
b.      Pembujukan moral yaitu bank sentral menghimbau serta membujuk kepada bank-bank untuk melakukan suatu hal yang diarahkan, misalnya pada saat terlalu banyak jumlah uang yang beredar, bank sentral bisa membujuk kepda bank untuk mengurangi penyaluran kreditnya.
Banyak faktor yang mempengaruhi pemerintah dan sistem bank dalam menentukan jumlah penawaran uang pada suatu waktu tertentu. Tingkat bunga tidak mempunyai peranan dalam menentukan jumlah uang yang ditawarkan pada suatu waktu tertentu. Perubahan tingkat bunga dalam analisis parsial saat ada pergeseran baik permintaan dan penawaran uang. Kebijakan moneter dijalankan dalam rangkaian perubahan perekonomian yang pada akhirnya menyebabkan perubahan pendapatan nasional dan penggunaan tenaga kerja.
B.     Manajemen Moneter Konvensional
Adanya ketidakteraturan dan hubungan antar variabel dalam perekonomian sering kali menjadikan kita sulit untuk mengidentifikasi alur suatu kebijakan moneter mencapai tujuannya. Sehingga banyak pihak masih melihat bahwa mekanisme moneter seperti halnya Black Box. Dengan demikian, perlu kiranya kita sedikit mengurai dan memahami proses yang terjadi di dalamnya. Pada dasarnya, ada dua paradigma dalam memahami mekanisme dan transmisi moneter, yakni apa yang disebut dengan paradigm uang pasif dan paradigm uang aktif. Perbedaan dua paradigma ini terletak dari penggunaan sasaran operasional yang digunakan dalam mekanisme moneternya.
a.       Uang pasif
Paradigma uang pasif percaya bahwa kesenjangan output merupakan kausal utama dalam mekanisme transmisi. Dalam paradigma ini suku bunga jangka pendek dan nilai tukar dijadikan sebagai sasaran antara (intermediate objective) yang pada gilirannya akan mempengaruhi perkembangan besaran permintaan, kesenjangan output dan ekspektasi inflasi.
Dalam paradigma uang pasif ini uang dinyatakan sebagai variabel endogen4 dimana otoritas moneter tidak mempunyai kemampuan secara penuh untuk mengatur jumlah uang beredar. Asumsi yang digunakan dalam paradigma endogenous konvensional ini adalah
·         Jumlah uang yang beredar adalah dependen (tergantung) terhadap tingkat suku bunga, uang adalah variabel endogen
·         Instrumen moneter yang dijadikan sasaran operasional bank sentral bukanlah jumlah uang beredar melainkan suku bunga.
Sasaran pokok yang ingin dicapai oleh paradigma ini adalah tercapainya target inflasi yang ditetapkan sebelumnya (price targeting) dengan menggunakan sasaran suku bunga jangka pendek sebagai instrumen moneternya.
b.      Uang Aktif
Paradigma uang aktif percaya bahwa likuiditas merupakan penyebab utama dalam mekanisme transmisi moneter. Dalam paradigma ini, suku bunga dianggap sebagai variabel biasa yang terjadi dalam mekanisme transmisi moneter. Penganut dari paradigma ini adalah Milton Friedman. Paradigma uang aktif secara sederhana dapat dijelaskan dengan teori kuantitas (quantity theory of money). Teori yang diajukan oleh Irving Fisher dengan MV = VT merupakan dasar pijakan utama dalam paradigma uang aktif ini. Bahwa perubahan %M + dengan %V sebanding dengan perubahan %P + %T. dalam pandangan ini diasumsikan bahwa M secara penuh mampu dikembalikan oleh otoritas moneter sedangkan nilai V adalah konstan. Sehingga, jumlah uang beredar merupakan sarana yang aktif dijadikan pemerintah sebagai instrumen moneter dalam mengendalikan tingkat inflasi.
Paradigma uang aktif dalam teori konvensional menganggap bahwa uang sebagai variabel eksogen yang bentuk kurva penawarannya bersifat inelastic sempurna. Sasaran pokok yang ingin dicapai dari kebijakan dengan paradigma ini adalah terkendalinya tingkat inflasi dengan menggunakan besaran moneter (jumlah uang beredar) sebagai sasaran operasional.
C.    Manajemen Moneter Islam
Dasar pemikiran dari manajemen moneter dalam konsep islam adalah terciptanya stabilitas permintaan uang dan mengarahkan permintaan uang tersebut kepada tujuan yang penting dan produktif. Sehingga, setiap instrumen yang akan mengarahkan kepada instabilitas dan pengalokasian sumber data yang tidak produktif akan ditinggalkan. Dalam teori Keynes telah dikenal bahwa adanya permintaan spekulatif akan uang pada dasarnya dipengaruhi oleh keberadaan suku bunga (the theory of liquidity preference). Npergerakan suku bunga merupakan refleksi pergerakan permintaan uang untuk spekulatif. Semakin tinggi permintaan uang untuk spekulatif, maka semakin rendah tingkat bunga yang berlaku di pasar. Begitu juga sebaliknya. Apabila permintaan uang spekulatif menurun, maka suku bunga akan relatif meningkat. penghapusan suku bunga dan adanya kewajiban pembayaran pajak atas biaya produktif yang menganggur dalam manajemen moneter islam akan menghilangkan insentif orang untuk memegang uang yang menganggur (idle fund) sehingga mendorong orang untuk melakukan
·         Qard (meminjamkan harta kepada orang lain)
·         Penjualan muajjal
·         Mudharobah
Para pemilik dana akan menginvestasikan dananya pada kegiatan yang memberikan keuntungan actual terbesar (actual return), jadi semakin tinggi permintaan uang untuk investasi di sektor riil atau kebutuhan akan persediaan dana untuk invests semakin besar, maka tingkat keuntungan harapan yang akan diberikan relatif menurun. Karena besarnya tingkat actual return ini tidak berfluktuasi seperti halnya suku bunga maka akan menjadikan permintaan uang akan lebih stabil. Penggunaan bunga sebagai opportunity cost tidak memberikan jaminan terhadap penggunaan dana yang tersedia.
Dalam kata lain, tidak ada mekanisme kontrol dari suku bunga dalam mengalokasikan untuk apa dana pinjaman tersebut digunakan. Disatu sisi, bungan merupakan biaya modal (cost of capital) yang sudah pasti harus dibayar dimasa yang akan datang, peristiwa ini menjadikan para peminjam dana berusaha untuk mendapatkan nilai tambah dana tersebut guna menutupi biaya bunga. Jika tidak ada mekanisme kontrol disertai dengan rentannya fluktuasi suku bunga, maka memungkinkan dana akan dialokasikan untuk usaha-usaha yang tidak bersinggungan dengan sektor riil. Karena dasar pengambilan keputusan mereka bukanlah nilai tambah di sektor riil, akan tetapi nilai tambah akan uang yang bisa didapatkan dari dunia maya dan bukan sektor riil.
Dalam strategi manajemen moneter islam, ketika ada penurunan actual return dari investasi sektor riil (kondisi ekonomi sedang lesu), maka hal ini akan direspon oleh para pemegang dana untuk mengurangi investasinya dan cenderung lebih senang memegang uang kas riil. Dan apabila itu terjadi, kebijakan yang akan ditempuh pemerintah adalah meningkatkan biaya atas aset atau dana yang tidak digunakan (dues of idle fund). Kebijakan ini akan memposisikan pemilik dana menanggung sejumlah biaya dari pengangguran uang. Akibatnya mereka akan menginvestasikan uangnya dan menurunkan permintaan uang kas riil.
Strategi dasar dalam menajemen islam menurut mazhab kedua (mazhab mainstream) adalah
a)      Tidak adanya suku bunga sebagai biaya dari modal (cost of capital) dan dikenakannya pajak bagi aset produksi yang dibiarkan menganggur atau tidak digunakan (dues on idle fund), hal ini bertujuan untuk mendorong pemilik modal untuk menginvestasikan sejumlah kekayaannya pada sektor riil yang produktif.
b)      Adanya mekanisme sistem bagi hasil dalam transaksi syirkah akan memberikan kesempatan yang luas bagi masyarakat untuk secara bersama-sama ikut serta dalam kegiatan perekonomian, yang pada akhirnya terjadi kesempatan kerja dan distribusi pendapatan dapat tercapai. Pemerataan pendapatan akan terealisasikan ketika kesempatan berusaha dapat dimiliki oleh semua orang.
c)      Terciptanya kepastian berusaha yang di dukung dengan tidak adanya suku bunga yang ditentukan di muka dalam transaksi pinjam-meminjam. Sedangkan satu-satunya perhitungan biaya dana pinjam yang ditentukan di muka adalah perhitungan risiko bagi hasil (profit sharing ratio) sedangkan besarnya keuntungan yang harus ditanggung oleh peminjam dana adalah besarnya nisbah bagi hasil dikalikan dengan keuntungan actual yang didapat. Kondisi ini dapat memungkinkan terciptanya kepastian berusaha bagi peminjaman dana karena mereka akan membayar tambahan bagi hasil sesuai dengan keuntungan yang diperoleh dari usahanya. Karena besarnya profit sharing ratio tidak berfluktuatif seperti halnya suku bunga maka dunia usaha akan relatif lebih stabil. Karena profit sharing ratio dibagi berdasarkan pendapatan aktual yang diterima oleh peminjam dana dan bukan berdasarkan pendapatan ekspektasi seperti pada bunga
Strategi dasar manajemen moneter islam menurut mazhab ketiga yaitu
a.       Bahwa penawaran uang (Ms) mengikuti besarnya permintaan uang (Md) atau dengan kata lain keseimbangan Ms = Md terlalu terjaga. Sedangkan Md merupakan fungsi dari Permintaan Agregatif (AD). Dengan kata lain, Ms juga merupakan fungsi dari Pemintaan Agregat (AD).
b.      Bahwa penentuan besarnya Ms yang merupakan refleksi dari Md ditentuka melalui shuratic process (proses musyawarah) yang melibatkan para pelaku ekonomi di sektor riil.
c.       Shuratic process akan efektif bila masyarakat mempunyai pengetahuan yang merata (induced knpwledge).
D.    Instrumen Moneter Konvensional
Suatu otoritas mempunyai pengaruh yang penting, walaupun secara tak langsung terhadap arah tingkat harga, output dan nilai tukar uang suatu Negara. Otoritas moneter atau bank sentral melakukan hal tersebut melalui kemampuannya dalam mengendalikan penawaran uang dan kredit bank serta melalui pengaruhnya terhadap tingkat suku bunga, arus kredit dan perkembangan sektor financial pada sebuah perekonomian. Pengaruh spesifik yang lain adalah kemampuan bank sentral untuk mengendalikan jumlah maksimum suku bunga yang dapat dibayarkan terhadap jumlah simpanan tersebut terhadap jumlah simpanan tertentu kepada bank-bank dan menentukan proporsi saham yang dapat dibeli melalui kredit. Dalam hal-hal tertentu, bank sentral dapat mempunyai kekuasaan temporer untuk mengendalikan kredit komersil, kredit perumahan, dan kredit konstruksi lainnya. Bank sentral tersebut dalam melakukan implementasi kebijakannya mempunyai empat macam instrumen utama yaitu
1.      Operasi pasar terbuka (open market operation) atau OMO yang mempengaruhi urang yang beredar
2.      Tikat diskonto (discount rate) atau fasilitas diskonto yang mempengaruhi biaya
3.      Ketentuan cadangan minimum (reserve requirement) atau RR yang mempengaruhi jumlah kewajiban minimum dan dana pihak ketiga yang harus disipan (tidak boleh disalurkan sebagai kredit) oleh bank
4.      Himbauan moral (moral suasion) yang mempengaruhi tindak-tanduk para banker dan manager senior institusi-institusi financial dalam kegiatan operasinal keseharian bisnisnnya searah dengan kepentingan public/pemerintah.
Dikarenakan adanya jeda waktu (time lag) antara penerapan (implementasi) kebijakan moneter dengan akibat pada tujuan akhir yang ingin dicapai di dalam menerapkan kebijakan moneter yang tepat untuk tujuan ekonomi tertentu, maka harus digunakan suatu sasaran antara sasaran-sasaran antara dan indikator-indikator yang tepat adalah masalah yang mendasar dalam implementasi kebijakan moneter sebagaimana hal tersebut juga adalah tuntunan dan panduan bagi pembuat kebijakan dalam mencapai tujuan akhir.
a.       Open Market Operation
Definisi open market operation atau operasi pasar terbuka adalah pembelian dan penjualan surat-surat berharga milik pemerintah (government securities) yang dilakukan oleh bank sentral. Jika ingin mengurangi jumlah uang yang beredar, maka pemerintah menjual surat-surat berharga. Dengan demikian uang yang ada dalam measyarakat mengalir ke otoritas moneter, sehingga jumlah uang yang beredar berkurang. Jika ingin menambah jumlah uang yang beredar, maka pemerintah membeli kembali surat-surat berharga tersebut. Guna lebih mengefektifkan operasi pasar terbuka ini, Bank Indonesia telah mengembangkan kedua instrumen tersebut dengan menambahkan fasilitas  repurchase agreement (repo) ke masing-masing instrument, sehingga saat ini dikenal Sertifikat Bank Indonesia (SBI) repo dan Surat Berharga Pasar Uang (SBPU). Biasanya yang digunakan oleh bank sentral sebagai objek operasi pasar terbuka adalah sekuritas jangka pendek saja.
Di Indonesia operasi pasar terbuka dilakukan dengan menjual atau membeli Sertifikat Bank Indonesia dan Surat Berharga Pasar Uang. Jika ingin mengurangi jumlah uang yang beredar pemerintah menjual SBI atau SBPU. Melalui penjualan SBI atau SBPU, uang yang ada dalam masyarakat ditarik, sehingga jumlah uang yang beredar berkurang. Biasanya penjualan SBI dan SBPU dilakukan bila jumlah uang yang beredar sudah terlalu banyak dan dianggap berpotensi untuk mengganggu stabilitas perekonomian.
Kemudian bila pemerintah melihat jumlah uang yang beredar perlu ditambah, agar perbankan lebih mampu memberikan kredit yang akan memacu pertumbuhan ekonomi. melalui pembelian tersebut pemerintah mengeluarkan uang sehingga menambah jumlah uang yang beradar. Pada saat bank sentral melakukan kegiatan jual beli sekuritas pemerintah tersebut, perekonomian akan terpengaruh dalam tiga hal yaitu
1)      Perubahan jumlah giro cadangan (reserve) institusi financial. Jika Bank Indonesia (BI) membeli 10 triliun obligasi pemerintah dari institusi penyimpanan financial, maka BI dianggap telah membayar dengan meningkatkan jumlah cadangan giro institusi tersebut. Institusi penyimpanan financial tersebut telah mengubah struktur aset dalam portofolionya. Institusi tersebut sekarang mempunyai kurang Rp 10 triliun dalam bentuk obligasi pemerintah dan Rp 10 triliun lebih dalam bentuk giro cadangan BI. BI sekarang mempunyai kenaikkan Rp 10 triliun dalam bentuk obligasi pemerintah pada asetnya dan kewajibannya meningkat Rp 10 triliun dalam bentuk cadangan giro dari institusi penyimpanan financial. Lebih jauh dapat dikatakan bahwa jika hal-hal lainnya tetap, maka jumlah penawaran uang akan meningkat dalam jumlah tertentu dari pembelian yang dilakukan oleh BI tersebut dimana tingkat kegiatan perekonomian akan meningkat pula. Sebaliknya, jika BI menjula obligasi pemerintah, maka akan terjadi hal-hal yang sebaliknya dimana akan terjadi kontraksi pada penawaran uang yang akan berakibat pada turunnya tingkat kegiatan perekonomian.
2)      Perubahan harga dan hasil dari sekuritas apabila terjadi perubahan harga obligasi, maka akan terjadi perubahan dari hasil obligasi tersebut. Peningkatan pembelian obligasi akan mengakibatkan peningkatan harga obligasi yang akan mengakibatkan sejumlah penurunan dari hasil obligasi tersebut, sebaliknya penurunan pembelian obligasi akan menyebabkan turunnya harga obligasi dan meningkatnya hasil dari obligasi tersebut. Karena bank sentral adalah pembeli/penjual besar dari sekuritas pemerintah relatif dibanding pembeli/penjual  lainnya sehingga bank sentral dapat secara langsung mempengaruhi tingkat harga dari obligasi tersebut, serta secara langsung mempengaruhi tingkat bunga yang kemudian akan mempengaruhi tingkat suku bunga jangka pendek lainnya.
Pada prinsipnya, bank sentral dapat mempengaruhi tingkat bunga jangka pendek, jangka menengah, maupun jangka panjang dengan melakukan pembelian atau penjualan secara agresif pada pasar-pasar tersebut. Untuk memelihara suatu tingkat harga tertentu (sekaligus juga tingkat suku bunga tertentu) dari suatu obligasi, bank sentral hanya perlu memiliki kesiapan untuk membeli ataupun menjual sekuritas pemerintah dalam jumlah sebesar yang para pedagang lainnya bersedia untuk menjual atau membelinya pada harga tersebut.
3)      Perubahan perkiraan dari keseluruhan perekonomian. Terdapat suatu efek yang dinamakan announcement effect dari kegiatan operasi pasar terbuka yang dilakukan oleh bank sentral. Para ekonom dan analisis moneter yang bekerja di bank sentral akan mengamati, menelaah dan kemudian membuat suatu prediksi tentang bagaimana pengaruh dari pasar operasi terbuka yang akan terjadi terhadap suatu variabel-variabel ekonomi seperti tingkat suku bunga, tingkat inflasi dan juga pada kehidupan keseharian mereka sendiri.
Dalam pelaksanaannya, operasi pasar terbuka terdiri dari dua jenis transaksi yaitu
a)      Pembelian dan penjualan lengkap dimana jika bank sentral menjual sekuritas, maka tidak ada kewajiban bagi bank sentral membelinya kembali. Begitu juga sebaliknya, bagi pembeli tidak ada kewajiban menjual kembali kepada bank sentral.
b)      Pembelian di bawah perjanjian pembelian kembali (REPO) dan penjualan yang sesuai di bawah perjanjian kembali (reserve REPO). Dalam hal ini, bank sentral membeli sekuritas dari dealer dan dealer sepakat untuk membeli kembali sekuritas tersebut dengan harga dan waktu tertentu. Dapat dikatakan bahwa transaksi tersebut adalah pinjaman kepada dealer dan tingkat suku bunga ditentukan melalui pelelangan diantara dealer. Reserve REPO adalah sebaliknya, bank sentral menjual sekuritas kepada dealer dan dealer menjual kembali sekuritas tersebut kepada bank sentral.
Dynamic OMO didesain untuk mengubah tingkat cadangan dari institusi penyimpanan financial melalui penjualan dan pembelian sekuritas secara menyeluruh. Sebaliknya defensive OMO penyesuai/penyeimbang yang ditujukan untuk memelihara tingkat keseluruhan cadangan dari institusi penyimpanan. Dari waktu ke waktu perekonomian menghadapi berbagai kejadian baik yang diperkirakan maupun yang tidak diperkirakan yang secara otomatis dan temporer mengubah cadangan total dan atau penawaran uang.
b.      Discount Rate
Instrumen moneter konvensional yang kedua adalah diskonto atau discount rate. Instrumen moneter ini berkaitan dengan fasilitas yang dimiliki oleh bank-bank untuk meminjam uang secara langsung kepada bank sentral. Pinjaman tersebut biasanya berbentuk direct advance atau over draft yang disekuritasi dengan aset-aset tertentu (biasanya sekuritas pemerintah) pada saat sekarang. Biaya peminjaman (bunga) dari pinjaman itulah yang disebut discount rate atau fasilitas diskonto. Fasilitas diskonto ini juga membuat bank-bank yang mengalami kesulitan dapat memenuhi kekurangan cadangan musimannya tanpa harus mengurangi portofolio peminjaman atau melakukan penyesuaian-penyesuaian lainnya.
Ketersediaan kredit juga membebaskan bank-bank (terutama bank-bank kecil dan bank-bank pinggiran di Indonesia adalah BPR dan DPRS yang biasanya kurang akses dan atau informasi terhadap pasar uang nasional) untuk harus memegang portofolio aset likuid (seperti jangka pendek pemerintah) yang mudah dijual untuk memenuhi kebutuhan peminjam musiman. Akibatnya, bank-bank tersebut dapat menggunakan bagian yang lebih besar dana yang dapat diserapnya (giro, tabungan dan deposito) dari masyarakat untuk memenuhi kebutuhan akan dana kredit oleh masyarakat dalam basis tahunan. Karena sifat alamiah dari pinjaman musiman, kredit tersebut sering kali sangat besar pada bank-bank tertentu serta berlangsung beberapa bulan lamanya. Kredit yang diberikan oleh bank sentral tersebut biasanya terdiri dari tiga kategori yaitu
1)      Kredit Penyesuaian (adjustment credit), kredit jenis ini mengijinkan institusi penyimpanan untuk menghadapi aktivitas peminjaman dan kredit yang tidak terantisipasi
2)      Kredit Musiman (seasonal credit), kredit jenis ini mengijinkan institusi tertentu (seperti bank pertanian) untuk mempunyai akses khusus pada jendela diskonto (discount windows) untuk membiayai aktivitas musiman seperti liburan, musim tanam dan musim panen. Kredit musiman biasanya disediakan untuk institusi-institusi peminjaman yang tidak mempunyai akses dan atau informasi ke pasar uang nasional
3)      Kredit Perpanjangan (extended credit), program ini dirancang untuk memenuhi kebutuhan kredit jangka panjang dari institusi peminjaman yang sedang menghadapi permasalahan yang diakibatkan oleh masalah arus kas yang berlarut-larut
c.       Reserve Requirement
Industri perbankan adalah salah satu industri yang paling banyak dibuat peraturan tentangnya (heavily regulated industry). Salah satu bentuk pengaturan tersebut adalah ketentuan cadangan minimum (reserve requirement) yang biasa ditetapkan berdasarkan suatu undang-undang perbankan yang disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Peraturan reserve requirement ini dirancang untuk menjamin pemilik uang atau nasabah penyimpan (deposan) yang menyimpan uangnya di bank akan mendapatkan uangnya jika ia menarik simpanannya (deposit). Walaupun demikian, tidak semua dana simpanan tersebut dicadangkan karena bagi bank sendiri sebenarnya reserve requirement ini merugikan karena idle cash yang diatur oleh reserve requirement tersebut tidak menghasilkan pendapatan bagi bank. Peraturan reserve requirement ini sendiri berubah-ubah besaran persentasenya untuk mengakomodasi dan memfasilitasi peraturan moneter yang berlaku serta untuk mencapai tujuan atau sasarannya bank sentral.
Dalam prakteknya reserve requirement ini menentukan berapa besar persentase minimum dari dana simpanan deposan yang harus dicadangkan oleh pihak bank baik di dalam kasnya maupun pada rekeningnya di bank sentral. Pada waktu yang lalu dana cadangan tersebut lebih besar untuk demand deposit (rekening giro) dibandingkan dengan cadangan untuk time deposit (deposit berjangka), namun pada saat ini ketentuan reserve requirement ini dihitung berdasarkan simpanan total deposan tanpa membedakan apakah itu giro, tabungan, ataupun deposito. Di banyak Negara ketentuan reserve requirement ini oleh bank sentralnya diharuskan agar dihitung dalam jangka waktu mingguan dan menjadi kewajiban bagi bank-bank untuk memenuhinya.
d.      Moral Suasion (himbauan moral)
Bank sentral menggunakan pengaruhnya (kekuatan himbauan moral) untuk mendorong institusi keuangan dan perbankan agar cenderung berpihak kepada kepentingan publik. Bank sentral biasanya menggunakan himbauan moral untuk meyakinkan para banker dan manajer senior institusi-institusi keuangan agar lebih memperhatikan kepentingan jangka panjang daripada kepentingan jangka pendek institusinya. Contohnya adalah saat terjadi inflasi, bank sentral dapat menyarankan pada institusi-institusi keuangan agar mengurangi penyaluran pinjaman (kredit) yang sekaligus juga bersifat mendinginkan perekonomian yang sedang panas. Hal ini bertujuan untuk mengurangi jumlah uang yang beredar di masyarakat, agar tingkat inflasi dapat turun kembali.
Dalam prakteknya, himbauan moral dapat ditransformasikan menjadi suatu instrumen yang sangat hebat yaitu apabila bank sentral mengumumkan bahwa bank sentral akan mencatat institusi-institusi mana saja yang bekerjasama dan mana yang tidak meminjamkan pada discount window, dan aka nada mekanisme reward and punishment bagi institusi yang bekerjasama atau yang tidak mau mengikuti himbauan moral tersebut. Lebih dari itu, karena bank sentral dapat melarang suatu penggabungan (merger) bank-bank, bank sentral mempunyai kekuasaan untuk menggunakan himbauan moral tersebut untuk mencapai sasaran-sasaran dari kebijakan moneter.
e.       Aplikasi Instrumen Moneter Konvensional di Indonesia
Bank Indonesia (BI) sebagai bank sentral dan pemegang otoritas moneter di Indonesia, mempunyai beberapa instrumen moneter yang antara lain sebagai berikut
1)      Operasi pasar terbuka melalui jual beli sertifikan bank Indonesia (SBI) di pasar uang
2)      Penerapan reserve requirement atau cadangan minimum pada bank baik bak konvensional maupun bank syariah
3)      Rasio kecukupan modal atau capital adequency ratio (CAR) yang ditentukan oleh Bank Indonesia (BI) (seberas 8% pada saat ini)
4)      Plafon kredit untuk sektor-sektor prioritas tertentu seperti sektor usaha kecil dan menengah di daerah pedesaan
5)      Sistem pengawasan perbankan yang memakai sistem forward looking risk-based supervision yang mengacu pada standar internasional
6)      Uji kepatutan dan kelayakan (fit and proper test) yang ditujukan kepada orang-orang yang menduduki posisi penting di lembaga keuangan dimana orang-orang tersebut harus lulus tes sebelum menduduki jabatan tersebut
7)      BPMK (Batas Maksimum Pemberian Kredit) yang ditujukan untuk membatasi pemberian kredit kepada individu atau kelompok usaha sendiri
E.     Instrumen Moneter Islam
a.       Mazhab Pertama (Iqtishaduna)
Menurut mahzab iqtishaduna tidak diperlukan kebijakan moneter dikarenakan hampir tidak adanya sistem perbankan dan minimnya penggunaan uang. Jadi tidak ada alasan yang memadai untuk melakukan perubahan-perubahan dalam penawaran uang. Selain itu kredit tidak mempunyai peran dalam penciptaan uang, karena kredit hanya digunakan diantara para pedagang saja serta peraturan pemerintah tentang surat peminjaman dan instrumen negosiasi yang dirancang sedemikiam rupa sehingga tidak memungkinkan sistem kredit dapat menciptakan uang. Sistem yang ditetapkan oleh pemerintah yang berhubungan dengan konsumsi, tabungan dan investasi telah menciptakan instrumen otomatis untuk pelaksanaan kebijakan moneter.
b.      Mahzab KEdua (Mainstream)
Instrumen yang digunakan mahzab kedua untuk mempengaruhi permintaan agregat adalah dengan dikenakannya biaya atau pajak atas dana atau aset produktif yang menganggur (dues of idle fund). Peingkatan dues of idle fund akan mengalihkan permintaan uang yang sedianya ditujukan untuk penimbun uang /aset yang produktif kepada tujuan uang yang akan meningkatkan produktifitas uang tersebut disektor riil sehingga investasi meningkat. peningkatan investasi berdampak pada peningkatan perminataan agregat, sehingga keseimbangan umum yang baru akan berada pada tingkat pendapatan nasional yang lebih tinggi. Masyarakat diarahkan untuk mengalokasikan dananya kepada sektor produktif agar dapat memacu pertumbuhan ekonomi semakin tinggi apabila dana/aset produktif tersebut hanya dibiarkan menganggur.
c.       Mazhab Ketiga (Alternatif)
Sistem kebijakan moneter yang diajukan oleh mazhab alternatif adalah syuratiq process yaitu dimana suatu kebijakan yang diambil oleh otoritas moneter berdasarkan musyawarah sebelumnya dengan otoritas sektor riil. Jadi keputusan-keputusan kebijakan moneter yang dituang dalam bentuk instrumen moneter biasanya adalah harmonisasi dengan kebijakan-kebijakan sektor riil. Kebijakan di sektor moneter adalah derivasi dari sektor riil dan harmonisasi dengan sektor riil. Secara umum manajemen moneter islam yang diajukan oleh mazhab ketiga adalah besarnya jumlah penawaran uang mengikuti permintaan uang dari masyarakat. Hal ini agar tidak ada kesenjangan antara sektor riil dan sektor moneter.
Harmonisasi antara sektor riil dan moneter akan menghasilkan suatu kurva jangka panjang dari penawaran uang (Ms) dan permintaan uang (Md) pendapatan nasional (Y). jika terjadi peningkatan permintaan agregat sebagai akibat dari peningkatan-peningkatan pada konsumi atau ekspor bersih (nett export) atau tingkat investasi atau tingkat belanja pemerintah, maka akan terjadi kenaikan permintaan uang (Md 1 ke Md 2) di pasar uang. Respon otoritas moneter akan meningkatkan penawaran uang dar Ms 1 ke Ms 2 (kebijakan yang harmonis dengan sektor riil). Jika kemudian terjadi lagi peningkatan permintaan uang (Md), maka otoritas moneter akan merespon hal yang sama yang meningkatkan lagi penawaran uang (Ms).