Rabu, 09 April 2014

Pasar Modal Syariah di Indonesia



Pasar Modal Syariah di Indonesia
Kegiatan pasar modal syariah di Indonesia secara umum tidak berbeda dengan kegiatan pasar modal yang telah kita kenal selama ini. Pasar modal syariah di Indonesia dilaksanakan berdasarkan prinsip syariah di pasar modal. “Berdasarkan peraturan Bapepam-LK Nomor IX.A.13, prinsip-prinsip syariah di pasar modal yang berdasarkan fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI), sepanjang fatwa yang dimaksud tidak bertentangan dengan peraturan ini dan/atau peraturan Bapepam-LK yang didasarkan fatwa DSN-MUI” (Khaerul Umam, 2013: 91).
Efek-efek yang dapat diperdagangkan di pasar modal syariah telah diatur dalam peraturan Bapepam-LK (sekarang berubah menjadi Otoritas Jasa Keuangan) Nomor IX.A.13 tentang Penerbitan Efek Syariah. “Dalam peraturan tersebut didefinisikan bahwa efek syariah adalah efek sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Pasar Modal dan Peraturan pelaksanaannya yang akad, cara dan kegiatan usaha yang menjadi landasan penerbitannya tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah di pasar modal” (Khaerul Umam, 2013: 92). Jenis efek yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dimasukkan dalam kumpulan efek syariah yang disebut dengan Daftar Efek Syariah.
Peraturan Bapepam-LK (sekarang berubah menjadi Otoritas Jasa Keuangan) Nomor II.K.1 tentang kriteria dan Penerbitan Daftar Efek Syariah mendefinisikan Daftar Efek Syariah adalah kumpulan efek yang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah di pasar modal. Jenis-jenis efek tersebut adalah sebagai berikut:
1.      Surat Berharga Syariah yang diterbitkan oleh Negara Republik Indonesia.
2.      Efek yang diterbitkan oleh emiten atau perusahaan publik yang menyatakan bahwa kegiatan usahanya dilakukan berdasarkan prinsip syariah sebagaimana tertuang dalam anggaran dasar.
3.      Sukuk yang diterbitkan oleh emiten termasuk obligasi syariah.
4.      Saham reksadana syariah.
5.      Unit Penyertaan Kontrak Investasi Kolektif Reksadana Syariah.
6.      Efek Beragun Aset Syariah.
7.      Efek berupa saham, termasuk Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) syariah dan waran syariah, yang diterbitkan oleh emiten dan perusahaan publik yang tidak menyatakan kegiatan usaha serta cara pengelolaan usahanya dilakukan berdasarkan prinsip syariah.
8.      Efek syariah yang memenuhi prinsip-prinsip syariah di pasar modal yang diterbitkan oleh Lembaga Internasional yang Pemerintah Indonesia menjadi salah satu anggotanya.
9.      Efek syariah lainnya.
10.  Saham/Sukuk yang memenuhi prinsip-prinsip syariah di pasar modal yang diperdagangkan di bursa efek luar negeri.
11.  Surat berharga komersial syariah (sharia commercial paper) yang memenuhi prinsip syariah di pasar modal dan sudah mendapat peringkat dari perusahaan pemeringkat efek.
Berikut ini adalah definisi efek-efek yang diperdagangkan di pasar modal syariah di Indonesia berdasarkan Peraturan Bapepam-LK (sekarang berubah menjadi Otoritas Jasa Keuangan) Nomor IX.A.13:
1)      Reksadana syariah adalah reksadana sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Pasar Modal dan peraturan pelaksanaannya, yang pengelolaannya tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah di pasar modal.
2)      Kontrak investasi kolektif efek beragun aset syariah adalah kontrak antara manajer investasi dan bank kustodian yang mengikat pemegang efek beragun aset yang memberi wewenang kepada manajer investasi untuk mengelola portofolio investasi kolektif dan bank kustodian diberi wewenang untuk melaksanakan penitipa kolektif, yang pelaksanaannya tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah di pasar modal.
3)      Efek beragun aset syariah adalah efek yang diterbitkan oleh kontrak investasi kolektif efek beragun syariah yang portofolionya terdiri atas aset keuangan yang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah di pasar modal.
4)      Sukuk adalah efek syariah berupa sertifikat atau bukti kepemilikan yang bernilai sama dan mewakili bagian yang tidak tertentu (tidak terpisahkan atau tidak terbagi [syuyu’/undivided share]) atas:
a)      Aset berwujud tertentu (a’yan maujudat)
b)      Nilai manfaat atas aset berwujud (manaful a’yan) tertentu baik yang sudah maupun yang aka nada
c)      Jasa (al khadamat) yang sudah ada maupun yang akan ada
d)     Kegiatan investasi yang telah ditentukan (nasyath ististmarin khashah).
Akad yang dapat digunakan dalam penerbitan efek-efek tersebut antara lain sebagai berikut.
1.      Mudharabah (muqaradhah)/qiradh, yaitu akad kerja sama suatu usaha antara dua pihak yang pihak pertama (malikI, shahib al-mal, LKS) menyediakan seluruh modal, sedangkan pihak kedua (‘amil, mudharib, nasabah) bertindak selaku pengelola dan keuntungan usaha dibagi diantara mereka sesuai kesepakatan yang dituangkan dalam kontak.
2.      Wakalah, yaitu pelimpahan kekuasaan oleh satu pihak kepada pihak lain dalam hal yang boleh diwakilkan.
3.      Musyarakah, yaitu pembiayaan berdasarkan akad kerja sama dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, yang masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan dan risiko ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.
4.      Salam, yaitu bahwa jual beli barang dengan cara pemesanan dan pembayaran harga terlebih dahulu dengan syarat-syarat tertentu.
5.      Istishna’, yaitu akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati anatara pemesan (pembeli, mustashni’) dan penjual (pembuat, shani’).
6.      Ijarah, yaitu akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang dalam waktu tertentu dengan pembayaran sewa (ujrah) tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang.
7.      Kafalah, yaitu jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafil) kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung (makfuul’anhu, ashil).
Adapun efek-efek yang tidak boleh diperdagangkan di pasar modal syariah adalah efek-efek yang diterbitkan tidak sesuai dengan prinsip-prinsip syariah di pasar modal dan transaksi, yang di dalamnya mengandung unsur dharar, gharar, riba, maysir, riswah, maksiat, dan kezaliman.
Sejak resmi Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam, sekarang berubah menjadi Otoritas Jasa Keuangan) meluncurkan prinsip pasar modal syariah pada tanggal 14 dan 15 Maret 2003 dengan ditandatanganinya nota kesepahaman antara Bapepam dengan Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI), maka dalam perjalanannya perkembangan dan pertumbuhan transaksi efek syariah di pasar modal Indonesia terus meningkat. Harus dipahami bahwa ditengah maraknya pertumbuhan kegiatan ekonomi syariah secara umum di Indonesia, perkembangan kegiatan investasi syariah di pasar modal syariah masih dianggap belum mengalami kemajuan yang cukup signifikan, meskipun kegiatan investasi syariah tersebut telah dimulai dan diperkenalkan sejak pertengahan tahun 1997 melalui instrumen reksadana syariah serta sejumlah fatwa DSN-MUI berkaitan dengan kegiatan investasi syariah di pasar modal Indonesia.
Menurut Kaherul Umam (2013: 126-127) pihak pihak yang terlibat dalam pasar modal syariah yaitu sebagai berikut:
a)      Emiten, yaitu badan usaha (perseroan terbatas) yang menerbitkan saham untuk menambah modal atau menerbitkan obligasi untuk mendapatkan pinjaman para investor di Bursa Efek.
b)      Perantara Emisi yang meliputi
Penjamin Emisi yaitu perantara yang menjamin penjual emisi sehingga apabila dari emisi wajib membeli (setidak-tidaknya sementara waktu sebelum laku) agar kebutuhan dana yang diperlukan emiten terpenuhi sesuai rencana.
(1)   Akuntan publik, berfungsi untuk memeriksa kondisi keuangan emiten dan memberikan pendapat apakah laporan keuangan yang telah dikeluarkan emiten wajar atau tidak.
(2)   Perusahaan penilai, berfungsi untuk memberikan penilaian terhadap emiten, apakah nilai aktiva emiten sudah wajar atau tidak.
c)      Badan Pelaksana Pasar Modal, yaitu badan yang mengatur dan mengawasi jalannya pasar modal, termasuk mencoret emiten (delisting) dari lantai bursa, memberikan sanksi kepada pihak-pihak yang melanggar peraturan pasar modal. Di Indonesia, Badan Pelaksana Pasar Modal adalan Bapepam (saat ini berubah menjadi Otoritas Jasa Keuangan).
d)     Bursa Efek, yaitu tempat diselenggarakannya kegiatan perdagangan efek pasar modal yang didirikan oleh suatu badan usaha. di Indonesia awalnya terdapat dua Bursa Efek, yaitu Bursa Efek Jakarta (BEJ) yang dikelola PT Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya (BES) yang dikelola PT Bursa Efek Surabaya. Akan tetapi pada Desember 2007, kedua bursa tersebut digabung pada satu bursa yaitu BEI (Bursa Efek Indonesia).
e)      Perantara Perdagangan Efek, yaitu efek yang diperdagangkan dalam bursa hanya boleh ditransaksikan melalui perantara yaitu makelar (broker) dan komisioner.
(1)   Makelar adalah pihak yang melakukan pembelian dan penjualan efek untuk kepentingan orang lain dengan memperoleh imbalan.
(2)   Komisoner adalah pihak yang melakukan pembelian dan penjualan efek untuk kepentingan sendiri atau orang lain dengan memperoleh imbalan.
f)       Investor, yaitu pihak yang menanamkan modalnya dalam membentuk efek di bursa dengan membeli atau menjual kembali efek tersebut.

Jika dilihat pada kenyataan yang ada, walaupun sebagian besar penduduk Indonesia mayoritas beragama Islam, namun perkembangan pasar mosal berbasis syariah di Indonesia masih jauh tertinggal dibandingkan dengan negara-negara lainnya terutama dengan Malaysia. Pasar modal Malaysia dapat dikatakan telah menjadi pusat investasi berbasis syariah di dunia, karena di Malaysia telah menerapkan beberapa instrumen keuangan syariah untuk industri pasar modalnya. Kenyataan lain yang dihadapi oleh pasar modal syariah di Indonesia hingga saat ini adalah minimnya jumlah pemodal yang melakukan investasi, terutama jika dibandingkan dengan jumlah pemodal yang ada pada sektor perbankan.
“Perlu kita sadari bersama bahwa masih terdapat banyak sekali permasalahan mendasar yang menjadi kendala berkembangnya pasar modal syariah di Indonesia. Kendala-kendala dimaksud diantaranya adalah selain masih belum meratanya pemahaman dan atau pengetahuan masyarakat Indonesia tentang investasi di pasar modal berbasis syariah, juga belum ditunjangnya dengan peraturan yang memadai tentang inveastasi di pasar modal syariah di Indonesia serta adanya anggapan bahwa untuk melakukan investasi di pasar modal syariah dibutuhkan biaya yang relatif lebih mahal dibandingkan dengan investasi pada sektor keuangan lainnya”. (Muhamad, 2013: 553)

Menurut Adrian Sutedi (2011: 116) hal-hal yang mempengaruhi perkembangan pasar modal syariah antara lain sebagai berikut:
1)      Perkembangan macam instrumen pasar modal sesuai dengan syariah yang dikuatkan dengan fatwa DSN-MUI
2)      Perkembangan transaksi sesuai syariah atas instrumen pasar modal syariah
3)      Perkembangan kelembagaan yang memantau macam dan transaksi pasar modal syariah (termasuk Bapepam Syariah, Lembaga Pemeringkat Efek Syariah dan Dewan Pengawas Islamic Market/Index)

Selain itu menurut Heri Sudarsono (2012: 212) strategi-strategi yang perlu dilakukan untuk mengembangkan pasar modal syariah di Indonesia yaitu sebagai berikut:
1.      Keluarnya UU pasar modal syariah diperlukan untuk mendukung pembentukan pasar modal syariah sesegera mungkin. Walaupun hal ini tidak lepas dari konteks permasalahan yang akan dihadapi pasar yang berhubungan dengan pasar modal (Sebagaimana maraknya bank syariah setelah terjadinya krisis 1997. Namun perlu dipikirkan cara untuk mendorong keluarnya legitimasi dari Bapepam dan Pemerintah).
2.      Perlu keaktifan dari pelaku bisnis (pengusaha) muslim untuk membentuk kehidupan ekonomi yang Islami. Hal ini guna memotivasi meningkatkan image pelaku pasar terhadap keberadaan instrumen pasar modal yang sesuai dengan syariah.
3.      Diperlukan rencana jangka pendek maupun jangka panjang oleh Bapepam untuk mengakomodir perkembangan instrumen-instrumen syariah dalam pasar modal. Sekaligus merencanakan keberadaan pasar modal syariah di tanah air.
4.  Perlu kajian-kajian ilmiah mengenai pasar modal syariah. Oleh karena itu, dukungan akademisi sangat diperlukan guna memahamkan perlunya keberadaan pasar modal syariah.

Pasar Modal Syariah



Pasar Modal Syariah
Islam memiliki sistem perekonomian yang berbeda dengan sistem yang lain. Sistem tersebut diselenggarakan dalam rangka untuk mewujudkan kesejahteraan kehidupan umat manusia. Kesejahteraan harus diwujudkan secara material dan non-material. Terkait dengan masalah material biasanya berhubungan dengan seberapa besar potensi ekonomi masyarakat dapat dioptimalkan dalam memenuhi kebutuhannya. Untuk hal ini maka diperlukan institusi yang memadai bagi upaya optimalisasi ekonomi tersebut. Salah satu institusi keuangan yang perlu dilaksanakan adalah pasar modal.
Pasar modal merupakan salah satu alternatif sumber pendanaan bagi perusahaan sekaligus sebagai sarana investasi bagi para pemodal. Implementasi dari hal tersebut adalah perusahaan dapat memperoleh pendanaan melalui penerbitan efek yang bersifat ekuitas atau surat utang. Pada sisi lain, pemodal juga dapat melakukan investasi di pasar modal dengan membeli efek-efek tersebut. Menurut Adrian Sutedi (2011: 45) “Pasar Modal Syariah adalah kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek yang menjalankan kegiatannya sesuai dengan prinsip-prinsip syariah Islam”.
“Kegiatan pembiayaan dan investasi keuangan dari aspek syariah pada prinsipnya adalah kegiatan yang dilakukan oleh pemilik harta (investor) terhadap pemilik usaha (emiten) untuk memberdayakan pemilik usaha dalam melakukan kegiatan usahanya dan pemilik harta (investor) berharap untuk memperoleh manfaat tertentu” (Khaerul Umam, 2013: 86). Oleh karena itu, kegiatan pembiayaan dan investasi keuangan adalah termasuk kegiatan usaha dari pemilik harta namun secara pasif, sehingga prinsip syariah dalam pembiayaan dan investasi keuangan syariah pada dasarnya sama dengan kegiatan usaha lainnya yaitu prinsip kehalalan dan keadilan. Menurut Adrian Sutedi (2011: 44) secara umum prinsip kegiatan pembiayaan dan investasi keuangan syariah adalah sebagai berikut:
1.      Pembiayaan dan investasi dapat dilakukan pada aset atau kegiatan usaha yang halal, yang kegiatan usahanya tersebut adalah spesifik dan bermanfaat, sehingga atas manfaat yang timbul dapat dilakukan bagi hasil.
2.      Uang adalah alat bantu pertukaran nilai dan pemilik harta akan menerima bagi hasil dari manfaat yang timbul dari kegiatan usaha maka pembiayaan dan investasi harus pada mata uang yang sama dengan pembukuan kegiatan usaha.
3.      Akad yang terjadi antara pemilik harta (investor) dengan pemilik usaha (emiten) dan tindakan maupun informasi yang diberikan pemilik usaha (emiten) serta mekanisme pasar (bursa dan self regulating organization lainnya) tidak boleh menimbulkan kondisi keraguan yang dapat menyebabkan kerugian.
4.      Pemilik harta (investor) dan pemilik usaha (emiten) tidak boleh mengambil risiko yang melebihi kemampuan (maysir) yang dapat menimbulkan kerugian yang sebenarnya dapat dihindari.
5.      Pemilik harta (investor), pemilik usaha (eniten) maupun bursa dan self regulating organization lainnya tidak boleh melakukan hal-hal yang menyebabkan gangguan yang disengaja atas mekanisme pasar, baik dari segi penawaran (supply) maupun dari segi permintaan (demand).

Kesimpulan dari beberapa pendapat diatas, pasar modal syariah dapat diartikan sebagai pasar modal yang menerapkan prinsip-prinsip syariah dalam kegiatan transaksi ekonomi dan terlepas dari hal-hal yang dilarang oleh Islam, seperti riba, perjudian, spekulasi dan lain-lain. Pasar modal syariah dikembangkan dalam rangka mengakomodir kebutuhan umat Islam yang ingin melakukan investasi pada produk-produk pasar modal yang sesuai dengan prinsip dasar syariah. Dilihat dari sisi syariah, pasar modal adalah suatu sarana produk muamalah. Transakasi di dalam pasar modal, menurut prinsip hukum syariah tidak dilarang atau dibolehkan sepanjang tidak terdapat transaksi yang bertentangan dengan ketentuan yang telah digariskan oleh syariah. Diantara yang dilarang oleh syariah adalah transaksi yang mengandung bunga dan riba. Larangan transaksi bunga (riba) sangat jelas, karena itu transaksi di pasar modal yang di dalamnya terdapat unsur bunga (riba) tidak diperkenankan oleh syariah.
Bangkitnya ekonomi Islam dewasa ini menjadikan fenomena yang menarik. Praktik kegiatan ekonomi konvensional, khususnya pada kegiatan pasar modal yang mengandung unsur spekulasi sebagai salah satu komponennya nampaknya masih menjadi hambatan psikologis bagi umat Islam untuk turun aktif dalam kegiatan investasi terutama di bidang pasar modal.
Perbedaan secara umum antara pasar modal konvensional dengan pasar modal syariah dapat dilihat pada instrumen dan mekanisme transaksinya, sedangkan perbedaan nilai indeks saham syariah dengan nilai indeks saham konvensional terletak pada kriteria yang harus memenuhi prinsip-prinsip dasar syariah. Secara umum konsep pasar modal syariah dengan pasar modal konvensional tidak jauh berbeda meskipun dalam konsep pasar modal syariah disebutkan bahwa saham yang diperdagangkan harus berasal dari perusahaan yang bergerak dalam sektor yang memenuhi kriteria syariah dan terbatas unsur ribawi, serta transaksi saham dilakukan dengan menghindarkan praktik spekulasi.
Pasar modal merupakan salah satu instrumen investasi penting dalam perekonomian dunia. Industri dan perusahaan memanfaatkan pasar modal sebagai media untuk menyerap investasi dan memperkuat struktur modal. Dapat dikatakan pasar modal telah menjadi financial nerve-centre (saraf finansial dunia) dunia ekonomi modern. Perekonomian modern tidak memungkinkan berdiri tegak tanpa pasar modal yang terorganisir dengan baik. Terlebih lagi globalisasi membawa dana (uang) menjadi tanpa identitas dan bebas keluar masuk tanpa batas sesuai dengan tingkat keuntungan dan jaminan risiko yang ditawarkan. Lembaga investasi ini menampilkan transaksi trilyunan rupiah setiap harinya, sehingga memberikan kontribusi yang besar tidak hanya pada investor dan emiten melainkan juga devisa negara.
Pasar modal syariah merupakan salah satu implementasi konkret dari ekonomi syariah. Ibarat sebuah rumah ekonomi syariah, maka pasar modal syariah sebagai salah satu ruangan diantara beberapa ruang yang lain seperti bank syariah, akuntansi syariah, reksadana syariah, asuransi syariah dan lain-lain. Oleh karena itu, pasar modal syariah tidak dapat dilepaskan dari ekonomi syariah. Fondasi filosofis yang menjadi dasar operasional pasar modal syariah adalah ekonomi syariah.
Menurut Heri Sudarsono mengutip pendapat MM. Metwally (2012) fungsi keberadaan pasar modal syariah yaitu:
1)      Memungkinkan bagi masyarakat berpartisipasi dalam kegiatan bisnis dengan memperoleh bagian dari keuntungan dan risikonya.
2)      Memungkinkan para pemegang saham menjual sahamnya guna mendapatkan likuiditas.
3)      Memungkinkan perusahaan meningkatkan modal dari luar untuk membangun dan mengembangkan lini produksinya.
4)      Memisahkan operasi kegiatan bisnis dan fluktuasi jangka pendek pada pasar saham (merupakan ciri umum pasar modal konvensional).
5)      Memungkinkan investasi pada ekonomi itu ditentukan oleh kinerja kegiatan bisnis sebagaimana tercermin pada harga saham.

Dengan adanya berbagai penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa investasi tidak dapat dilakukan terhadap semua produk pasar modal karena diantara produk pasar modal itu banyak yang bertentangan dengan syariah. Oleh karena itu, investasi di pasar modal harus dilakukan dengan selektif dan dengan hati-hati (ihtiyat) supaya tidak masuk kepada produk non-halal. Dengan kata lain, hal inilah yang mendorong Islamisasi pasar modal. 
Banyak cara untuk melakukan investasi keuangan yang sesuai dengan syariah Islam. Investasi tersebut dapat dilakukan pada berbagai kegiatan usaha yang berkaitan dengan aktivitas menghasilkan suatu produk, aset maupun jasa. Oleh karena itu, salah satu bentuk investasi yang sesuai dengan syariah Islam adalah membeli efek syariah. Efek syariah tersebut mencakup saham syariah, obligasi syariah, reksadana syariah, Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset (KIK EBA) syariah dan surat berharga lainnya yang sesuai dengan prinsip syariah. Investasi dengan pemilikan efek syariah dapat dilakukan di pasar modal baik secara langsung pada saat penawaran perdana maupun melalui transaksi perdagangan sekunder di bursa. Pasar modal menjadi alternatif investasi bagi para investor selain alternatif investasi lainnya seperti menabung di bank, membeli emas, asuransi, tanah dan bangunan, dan sebagainya.