1.2.1. Bank Syariah
Bank syariah adalah
Bank yang beroperasi dengan tidak mengandalkan pada bunga. Bank islam atau
biasa disebut bank tanpa bunga adalah lembaga keuangan perbankan yang
operasional produknya dikembangkan berlandaskan pada Al.Quran dan Hadist Nabi
Muhammad SAW (Muhammad, 2005). Pendapat lain
menyebutkan bahwa, bank syariah adalah bank yang
menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah dan menurut jenisnya
terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (Harahap;
Wiroso; dan Yusuf, 2010). Berdasarkan pengertian diatas, dapat disimpulkan
bahwa bank syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan operasionalnya
berdasarkan prinsip syariah dan non-bunga.
Mulai
tahun 2008 perbankan syariah di Indonesia memiliki Undang-undang tersendiri,
yaitu Undang-undang nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Dalam Undang-Undang RI Nomor 21 Tahun 2008
juga didefinisikan bank syari’ah sebagai bank yang menjalankan kegiatan
usahanya berdasarkan prinsip syari’ah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank
Umum Syari’ah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syari’ah (Harahap;
Wiroso; dan Yusuf, 2010).
Kegaitan bank syariah dibagi menjadi 3
bagian besar, menurut, Secara umum, keseluruhan transaksi di perbankan
syariah terdiri atas :
a. Produk
pembiayaan. Produk-produk yang tergabung disini adalah produk yang bertujuan
utnuk membiayai kebutuhan masyarakat.
b. Produk
dana. Produk-produk yang tergabung disini adalah produk yang bertujuanuntuk
menghimpun dana masyarakat.
c. Produk
jasa. Produk-produk yang tergabung disini adalah produk yang dibuat untuk
melayani kenbutuhan masyarakat yang berbasis pendapatan tanpa exposue pembiayaan
(Zulkifli, 2007).
1.2.2. Pembiayaan Macet
Menurut
Peraturan Bank Indonesia Pembiayaan/kredit macet atau Non Performing Financing
(NPF) adalah kredit dengan kualitas kurang lancar, diragukan dan macet
berdasarkan ketentuan Bank Indonesia tentang Kualitas Aktiva Produktif yang
berlaku (Peraturan BI No. 6/9/PBI/2004).
Pembiayaan
macet atau Non Performing Financing
(NPF) adalah pembiayaan yang mengalami kesulitan pelunasan akibat adanya faktor-faktor atau unsur
kesengajaan atau karena kondisi di luar kemampuan debitur. NPF merupakan
terminologi yang digunakan untuk bank syariah, sementara untuk bank
konvensional adalah Non Performing Loan
(NPL) (Arianti dan Muharram, 2011).
Rasio Non Performing Loan merupakan
perbandingan antara jumlah kredit yang diberikan dengan tingkat kolektibilitas
yang merupakan kredit bermasalah dibandingkan dengan total kredit yang
diberikan oleh bank (Riyadi, 2006). Kredit bermasalah ialah kredit yang tidak
lancar atau kredit dimana debiturnya tidak memenuhi persyaratan yang
diperjanjikan (Kuncoro dan Suhardjono, 2002).
Terdapat lima
jenis kualitas pembiayaan pada bank syariah. Adapun penggolongan dari kualitas
pembiayaan pada nasabah adalah sebagai berikut:
a.
Pembiayaan Lancar (Pass)
Pembiayaan
yang digolongkan lancer, apabila memenuhi criteria sebagai berikut:
1)
Pembayaran angsuran pokok atau
bunga tepat waktu.
2)
Memiliki mutasi rekening
yang aktif.
3)
Bagian dari pembiayaan yang
dijamin dengan agunan tunai (cash
collateral)
b.
Perhatian khusus (Special Mention)
Pembiayaan
yang digolongkan kedalam pembiayaan dalam perhatian khusus apabila memenuhi
criteria sebagai berikut:
1)
Terdapat tunggakan angsuran
pokok dan atau bunga yang belum melampaui 90 hari.
2)
Kadang-kadang terjadi
cerukan.
3)
Mutasi rekening relatif
aktif.
4)
Jarang terjadi pelanggaran
terhadap kontrak yang diperjanjikan.
5)
Didukung oleh pinjaman
baru.
c.
Kurang Lancar (Substandard)
Pembiayaan
yang digolongkan kedalam pembiayaan kurang lancar apabila memenuhi criteria
sebagai berikut:
1)
Terdapat tunggakan angsuran
pokok dan atau bunga yang telah melampaui 90 hari.
2)
Sering terjadi cerukan.
3)
Frekuensi mutasi rekening
relatif rendah.
4)
Terjadi pelanggaran
terhadap kontrak yang diperjanjikan lebih dari 90 hari.
5)
Terdapat indikasi masalah
keuangan yang dihadapi debitur.
6)
Dokumentasi pinjaman yang
lemah.
d.
Diragukan (Doubtful)
Pembiayaan
yang digolongkan kedalam pembiayaan yang diragukan apabila memenuhi kriteria
sebagai berikut:
1)
Terdapat tunggakan anguran
pokok dan atau bunga yang telah melampaui 180 hari.
2)
Terjadi cerukan yang
bersifat permanen.
3)
Terjadi wanprestasi lebih
dari 180 hari.
4)
Terjadi kapitalisasi bunga.
5)
Dokumentasi hukum yang
lemah baik untuk perjanjian pembiayaan maupun pengikatan jaminan.
e.
Macet (Loss)
Pembiayaan
yang digolongkan kedalam pembiayaan macet apabila memenuhi kriteria sebagai
berikut:
1)
Terdapat tunggakan angsuran
pokok dan atau bunga yang telah melampaui 270 hari.
2)
Kerugian operasional
ditutup dengan pinjaman baru.
3)
Dari segi hukum maupun
kondisi pasar, jaminan tidak dapat dicairkan pada nilai wajar (Rivai dan Arifin,
2010).
Penghitungan NPF bank syariah dilakukan
dengan rumus sebagai berikut (Karim, 2008):
1.2.3. Suku Bunga
Tingkat
suku bunga adalah harga dari penggunaan dana investasi (loanable funds). Tingkat suku bunga merupakan
salah satu indikator dalam menentukan apakah seseorang akan melakukan
invesatasi atau menabung (Boediono, 1994 :76)
Pendapat lain
mengatakan bahwa bunga selaku harga yang harus dibayar untuk penggunaan modal
di semua pasar, cenderung ke arah keseimbangan, sehingga modal seluruhnya di
pasar itu menurut tingkat bunga sama dengan persediaannya yang tampil pada
tingkat itu”. Tingkat bunga ditetapkan pada titik dimana tabungan yang mewakili
penawaran modal baru adalah sama dengan permintaannya (Marshall, 1920).
Tingginya
tingkat suku bunga mengakibatkan tingginya biaya pendanaan dan hal ini menjadi
penghalang bagi bank menawarkan tingkat suku bunga yang mampu dipikul oleh earning
capacity unit kegiatan usaha yang normal yang dapat dihasilkan oleh bisnis
yang normal pula. Sebaliknya, demi mempertahankan margin untuk membiayai overhead-cost
dan sebagainya, bank terpaksa menawarkan tingkat suku bunga yang mampu dipikul
oleh jenis kegiatan usaha dan debitur yang cenderung bersikap spekulatif. Dan
apabila hal ini terjadi, maka struktur portofolio kredit bank akan cenderung
terdiri dari debitur-debitur yang umumnya bersifat spekulatif, yaitu terdiri
dari debitur-debitur yang berupaya memperoleh margin operasional yang mampu
mengakomodasi tingkat suku bunga yang tinggi. Jenis portofolio kredit yang
demikian itu memiliki risiko kredit yang tinggi sehingga kemacetan kredit dapat
menimpa bank (Ali, 2004).
1.2.4. Industrial Production Index (IPI)
Industrial
Production Index (IPI) merupakan salah satu
indikator ekonomi yang diterbitkan oleh otoritas keuangan secara bulanan. IPI
mengukur jumlah output dari industri manufaktur, tambang, gas dan listrik yang
dihitung menggunakan Fischer Index Formula (www.investopedia.com).
Lebih lanjut, Industrial Production Index (IPI) merupakan proxy
pengukuran kondisi ekonomi riil secara bulanan di beberapa Negara. Pengukuran
IPI dalam penelitian ini dihasilkan atas dasar harga konstan tahun dasar 2010.
1.2.5. Nilai Tukar
Pengertian
nilai tukar (exchange rate) adalah
harga satu mata uang yang diekspresikan terhadap mata uang lainnya (Faisal,
2001). Kurs dapat diekspresikan sebagai sejumlah mata uang asing disebut direct quote atau sebaliknya sejumlah
mata uang lokal disebut indirect quotes.
Pendapat lain menyebutkan bahwa nilai tukar (exchange rate) valuta asing adalah harga salah satu mata uang yang
dinyatakan menurut mata uang lainnya (Eiteman, Stonehill, dan Moffet, 2003).
Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa nilai tukar (exchange rate) adalah nilai tukar yang
menunjukkan jumlah unit mata uang tertentu yang dapat ditukar dengan satu mata
uang lain.
Dengan menurunnya nilai tukar rupiah terhadap
mata uang asing akan mengakibatkan meningkatnya biaya impor bahan-bahan baku
yang akan digunakan untuk produksi dan juga meningkatkan suku bunga. Walaupun
menurunnya nilai tukar juga dapat mendorong perusahaan untuk melakukan ekspor (Nugroho,
2008). Pendapat lain menambahkan bahwa nilai tukar satu mata uang
mempengaruhi perekonomian apabila nilai tukar mata uang tersebut terapresiasi
atau terdepresiasi. Kenaikan harga valuta asing disebut depresiasi atas mata
uang dalam negeri. Mata uang asing menjadi lebih mahal, ini berarti nilai
relatif mata uang dalam negeri merosot. Turunnya harga valuta asing disebut
apresiasi mata uang dalam negeri. Mata uang asing menjadi lebih murah, ini
berarti nilai relatif mata uang dalam negeri meningkat. Fluktuasi atas
perubahan nilai tukar merupakan pusat perhatian pasar mata uang luar negeri (foreign
exchange market) (Manurung
dan Manurung, 2009).
1.2.6. Inflasi
Inflasi
adalah suatu gejala di mana tingkat harga umum mengalami kenaikan secara
terus-menerus. Kenaikan tingkat harga umum yang terjadi sekali waktu saja
tidaklah dapat dikatakan sebagai inflasi (Nanga, 2001). Menurut pendapat lain, inflasi
adalah kecenderungan dari harga-harga untuk meningkat secara umum dan
terus-menerus (Rahardja, 1997). Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja
tidak disebut inflasi, tetapi jika kenaikan meluas kepada sebagian besar harga
barang-barang maka hal ini disebut inflasi.
Inflasi
dinyatakan sebagai kenaikan harga secara umum. Jadi tingkat inflasi adalah
tingkat perubahan harga secara umum yang dapat dinyatakan dengan rumus sebagai
berikut (Samuelson dan Nordhaus, 2004):
Rate of inflation (year
t) = Price level (year t)- price level (year t-l) :Price level (year t-l)
Di bidang moneter, laju inflasi yang tinggi dan tidak
terkendali dapat mengganggu upaya perbankan dalam mengerahkan dana masyarakat. Hal
ini disebabkan, karena tingkat inflasi yang tinggi menyebabkan tingkat suku
bunga riil menjadi menurun. Fakta demikian akan mengurangi hasrat masyarakat untuk
menabung sehingga pertumbuhan dana perbankan yang bersumber dari masyarakat
akan menurun (Pohan, 2008).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar