BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Pembelajaran
Tematik
Peserta didik yang berada pada
sekolah dasar kelas satu, dua, dan tiga berada pada rentangan usia dini. Pada
usia tersebut seluruh aspek perkembangan kecerdasan seperti IQ, EQ, dan SQ
tumbuh dan berkembang sangat luar biasa. Pada umumnya tingkat perkembangan
masih melihat segala sesuatu sebagai satu keutuhan (holistik) serta mampu
memahami hubungan antara konsep secara sederhana. Proses pembelajaran masih
bergantung kepada objek-objek konkrit dan pengalaman yang dialami secara
langsung.
Saat ini, pelaksanaan kegiatan
pembelajaran di SD kelas I – III untuk
setiap mata pelajaran dilakukan secara terpisah, misalnya IPA 2 jam pelajaran, IPS 2 jam pelajaran, dan Bahasa
Indonesia 2 jam pelajaran. Dalam pelaksanaan kegiatannya dilakukan secara murni
mata pelajaran yaitu hanya mempelajari standar kompetensi dan kompetensi dasar
yang berhubungan dengan mata pelajaran itu. Sesuai dengan tahapan perkembangan
anak yang masih melihat segala sesuatu sebagai suatu keutuhan (holistic),
pembelajaran yang menyajikan mata pelajaran secara terpisah akan menyebabkan kurang
mengembangkan anak untuk berpikir holistik dan membuat kesulitan bagi peserta
didik.
Selain itu, dengan pelaksanaan pembelajaran
yang terpisah, muncul permasalahan pada
kelas rendah (I-III) antara lain adalah tingginya angka mengulang kelas dan
putus sekolah. Angka mengulang kelas dan angka putus sekolah peserta didik
kelas I SD jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kelas yang lain. Data tahun 1999/2000
memperlihatkan bahwa angka mengulang kelas satu sebesar 11,6% sementara pada
kelas dua 7,51%, kelas tiga 6,13%, kelas empat 4,64%, kelas lima 3,1%, dan
kelas enam 0,37%. Pada tahun yang sama angka putus sekolah kelas satu sebesar
4,22%, masih jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan kelas dua 0,83%, kelas
tiga 2,27%, kelas empat 2,71%, kelas lima 3,79%, dan kelas enam 1,78%.
Angka nasional tersebut semakin
memprihatinkan jika dilihat dari data di masing-masing propinsi terutama yang
hanya memiliki sedikit taman
Kanak-kanak. Hal itu terjadi terutama di daerah terpencil. Pada saat ini hanya
sedikit peserta didik kelas satu sekolah dasar yang mengikuti pendidikan
prasekolah sebelumnya. Tahun 1999/2000 tercatat hanya 12,61% atau 1.583.467
peserta didik usia 4-6 tahun yang masuk Taman Kanak-kanak, dan kurang dari 5 %
Peserta didik berada pada pendidikan
prasekolah lain.
Permasalahan tersebut menunjukkan
bahwa kesiapan sekolah sebagian besar peserta didik kelas awal sekolah dasar di
Indonesia cukup rendah. Sementara itu, hasil penelitian menunjukkan bahwa
peserta didik yang telah masuk Taman Kanak-Kanak memiliki kesiapan bersekolah
lebih baik dibandingkan dengan peserta didik yang tidak mengikuti pendidikan
Taman Kanak-Kanak. Selain itu, perbedaan pendekatan, model, dan prinsip-prinsip
pembelajaran antara kelas satu dan dua sekolah dasar dengan pendidikan
pra-sekolah dapat juga menyebabkan peserta didik yang telah mengikuti
pendidikan pra-sekolah pun dapat saja mengulang kelas atau bahkan putus sekolah.
Atas dasar pemikiran di atas dan
dalam rangka implementasi Standar Isi yang termuat dalam Standar Nasional
Pendidikan, maka pembelajaran pada kelas awal sekolah dasar yakni kelas satu,
dua, dan tiga lebih sesuai jika dikelola dalam pembelajaran terpadu melalui
pendekatan pembelajaran tematik. Untuk memberikan gambaran tentang pembelajaran
tematik yang dapat menjadi acuan dan contoh konkret, disiapkan model
pelaksanaan pembelajaran tematik untuk SD/MI kelas I hingga kelas III.
B. Tujuan
Tujuan penyusunan dokumen model pengembangan silabus
tematik pada kelas awal Sekolah Dasar adalah sebagai berikut:
1.
Memberikan pengetahuan
dan wawasan tentang pembelajaran tematik.
2.
Memberikan pemahaman
kepada guru tentang pembelajaran tematik yang sesuai dengan perkembangan
peserta didik kelas awal Sekolah Dasar.
3.
Memberikan keterampilan
kepada guru dalam menyusun perencanaan,
melaksanakan dan melakukan penilaian dalam pembelajaran tematik.
4.
Memberikan wawasan,
pengetahuan dan pemahaman bagi pihak terkait, sehingga diharapkan dapat
memberikan dukungan terhadap kelancaran pelaksanaan pembelajaran tematik
C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup pengembangan pembelajaran tematik meliputi
seluruh mata pelajaran pada kelas I - III Sekolah Dasar, yaitu: Pendidikan
Agama, Bahasa Indonesia, Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam, Pendidikan
Kewarganegaraan, Ilmu Pengetahuan Sosial, Seni Budaya dan Keterampilan, serta
Pendidikan Jasmani,Olahraga dan Kesehatan.
BAB II
KERANGKA BERPIKIR
A. Karakteristik Perkembangan anak
usia kelas awal SD
Anak yang berada di kelas awal SD adalah anak yang berada
pada rentangan usia dini. Masa usia dini ini merupakan masa yang pendek tetapi
merupakan masa yang sangat penting bagi kehidupan seseorang. Oleh karena itu,
pada masa ini seluruh potensi yang
dimiliki anak perlu didorong sehingga akan berkembang secara optimal.
Karakteristik perkembangan anak pada kelas satu, dua dan
tiga SD biasanya pertumbuhan fisiknya telah mencapai kematangan, mereka telah
mampu mengontrol tubuh dan keseimbangannya. Mereka telah dapat melompat dengan
kaki secara bergantian, dapat mengendarai sepeda roda dua, dapat menangkap bola
dan telah berkembang koordinasi tangan dan mata untuk dapat memegang pensil
maupun memegang gunting. Selain itu, perkembangan sosial anak yang berada pada
usia kelas awal SD antara lain mereka telah dapat menunjukkan keakuannya
tentang jenis kelaminnya, telah mulai berkompetisi dengan teman sebaya,
mempunyai sahabat, telah mampu berbagi, dan mandiri.
Perkembangan emosi anak usia 6-8 tahun antara lain anak
telah dapat mengekspresikan reaksi terhadap orang lain, telah dapat mengontrol
emosi, sudah mampu berpisah dengan orang tua dan telah mulai belajar tentang
benar dan salah. Untuk perkembangan kecerdasannya anak usia kelas awal SD
ditunjukkan dengan kemampuannya dalam melakukan seriasi, mengelompokkan obyek,
berminat terhadap angka dan tulisan, meningkatnya perbendaharaan kata, senang
berbicara, memahami sebab akibat dan berkembangnya pemahaman terhadap ruang dan
waktu.
B. Cara Anak Belajar
Piaget (1950) menyatakan bahwa setiap anak memiliki cara
tersendiri dalam menginterpretasikan dan beradaptasi dengan lingkungannya
(teori perkembangan kognitif). Menurutnya, setiap anak memiliki struktur
kognitif yang disebut schemata yaitu sistem konsep yang ada dalam pikiran
sebagai hasil pemahaman terhadap objek yang ada dalam lingkungannya. Pemahaman
tentang objek tersebut berlangsung melalui proses asimilasi (menghubungkan
objek dengan konsep yang sudah ada dalam pikiran) dan akomodasi (proses
memanfaatkan konsep-konsep dalam pikiran untuk menafsirkan objek). Kedua proses
tersebut jika berlangsung terus menerus akan membuat pengetahuan lama dan
pengetahuan baru menjadi seimbang. Dengan cara seperti itu secara bertahap anak
dapat membangun pengetahuan melalui interaksi dengan lingkungannya. Berdasarkan
hal tersebut, maka perilaku belajar anak sangat dipengaruhi oleh aspek-aspek
dari dalam dirinya dan lingkungannya. Kedua hal tersebut tidak mungkin
dipisahkan karena memang proses belajar terjadi dalam konteks interaksi diri
anak dengan lingkungannya.
Anak usia sekolah dasar berada pada tahapan operasi
konkret. Pada rentang usia tersebut anak mulai menunjukkan perilaku belajar
sebagai berikut: (1) Mulai memandang dunia secara objektif, bergeser dari satu
aspek situasi ke aspek lain secara reflektif dan memandang unsur-unsur secara
serentak, (2) Mulai berpikir secara operasional, (3) Mempergunakan cara
berpikir operasional untuk mengklasifikasikan benda-benda, (4) Membentuk dan
mempergunakan keterhubungan aturan-aturan, prinsip ilmiah sederhana, dan
mempergunakan hubungan sebab akibat, dan (5) Memahami konsep substansi, volume
zat cair, panjang, lebar, luas, dan berat.
Memperhatikan tahapan perkembangan berpikir tersebut,
kecenderungan belajar anak usia sekolah dasar memiliki tiga ciri, yaitu:
1. Konkrit
Konkrit mengandung makna proses belajar beranjak dari
hal-hal yang konkrit yakni yang dapat dilihat, didengar, dibaui, diraba, dan
diotak atik, dengan titik penekanan pada pemanfaatan lingkungan sebagai sumber
belajar. Pemanfaatan lingkungan akan
menghasilkan proses dan hasil belajar yang lebih bermakna dan bernilai, sebab
siswa dihadapkan dengan peristiwa dan keadaan yang sebenarnya, keadaan yang
alami, sehingga lebih nyata, lebih faktual, lebih bermakna, dan kebenarannya
lebih dapat dipertanggungjawabkan.
2. Integratif
Pada tahap usia sekolah dasar anak memandang sesuatu yang
dipelajari sebagai suatu keutuhan, mereka belum mampu memilah-milah konsep dari
berbagai disiplin ilmu, hal ini melukiskan cara berpikir anak yang deduktif
yakni dari hal umum ke bagian demi bagian.
3. Hierarkis
Pada tahapan usia sekolah dasar, cara anak belajar
berkembang secara bertahap mulai dari hal-hal yang sederhana ke hal-hal yang
lebih kompleks. Sehubungan dengan hal tersebut, maka perlu diperhatikan
mengenai urutan logis, keterkaitan antar materi, dan cakupan keluasan serta
kedalaman materi .
C. Belajar dan Pembelajaran Bermakna
Belajar pada hakekatnya merupakan proses perubahan di
dalam kepribadian yang berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, dan kepandaian.
Perubahan ini bersifat menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu
hasil dari latihan atau pengalaman.
Pembelajaran pada hakekatnya adalah suatu proses
interaksi antar anak dengan anak, anak dengan sumber belajar dan anak dengan
pendidik. Kegiatan pembelajaran ini akan menjadi bermakna bagi anak jika dilakukan dalam lingkungan yang nyaman
dan memberikan rasa aman bagi anak. Proses belajar bersifat individual dan kontekstual,
artinya proses belajar terjadi dalam diri individu sesuai dengan
perkembangannya dan lingkungannya.
Belajar bermakna (meaningfull learning) merupakan suatu proses dikaitkannya informasi
baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif
seseorang. Kebermaknaan belajar sebagai hasil dari peristiwa mengajar
ditandai oleh terjadinya hubungan antara aspek-aspek, konsep-konsep, informasi
atau situasi baru dengan komponen-komponen yang relevan di dalam struktur
kognitif siswa. Proses belajar tidak sekadar menghafal konsep-konsep atau
fakta-fakta belaka, tetapi merupakan kegiatan menghubungkan konsep-konsep untuk
menghasilkan pemahaman yang utuh, sehingga konsep yang dipelajari akan dipahami
secara baik dan tidak mudah dilupakan. Dengan demikian, agar terjadi belajar bermakna
maka guru harus selalu berusaha mengetahui dan menggali konsep-konsep yang
telah dimiliki siswa dan membantu memadukannya secara harmonis konsep-konsep
tersebut dengan pengetahuan baru yang akan diajarkan.
Dengan kata lain, belajar akan lebih bermakna jika anak
mengalami langsung apa yang dipelajarinya dengan mengaktifkan lebih banyak
indera daripada hanya mendengarkan orang/guru menjelaskan.
D. Pengertian Pembelajaran Tematik
Sesuai dengan tahapan perkembangan anak, karakteristik
cara anak belajar, konsep belajar dan
pembelajaran bermakna, maka kegiatan pembelajaran bagi anak kelas awl SD sebaiknya
dilakukan dengan Pembelajaran tematik. Pembelajaan tematik adalah pembelajaran tepadu
yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga
dapat memberikan pengalaman bermakna
kepada siswa. Tema adalah pokok pikiran atau gagasan pokok yang menjadi pokok
pembicaraan (Poerwadarminta, 1983). Dengan tema diharapkan akan memberikan banyak keuntungan, di antaranya:
1) Siswa mudah memusatkan perhatian pada suatu
tema tertentu,
2) Siswa mampu mempelajari pengetahuan dan mengembangkan berbagai
kompetensi dasar antar matapelajaran dalam tema yang sama;
3) pemahaman terhadap materi pelajaran lebih mendalam dan berkesan;
4) kompetensi dasar dapat dikembangkan lebih baik dengan mengkaitkan
matapelajaran lain dengan pengalaman pribadi siswa;
5) Siswa mampu lebih merasakan manfaat dan makna belajar karena materi
disajikan dalam konteks tema yang jelas;
6) Siswa lebih bergairah belajar karena dapat berkomunikasi dalam situasi
nyata, untuk mengembangkan suatu kemampuan dalam satu mata pelajaran sekaligus
mempelajari matapelajaran lain;
7) guru dapat menghemat waktu karena mata pelajaran yang disajikan secara
tematik dapat dipersiapkaan sekaligus dan diberikan dalam dua atau tiga
pertemuan, waktu selebihnya dapat
digunakan untuk kegiatan remedial, pemantapan, atau pengayaan.
E. Landasan Pembelajaran Tematik
Landasan
Pembelajaran tematik mencakup:
Landasan filosofis dalam pembelajaran tematik
sangat dipengaruhi oleh tiga aliran filsafat yaitu: (1) progresivisme, (2)
konstruktivisme, dan (3) humanisme. Aliran
progresivisme memandang proses pembelajaran perlu ditekankan pada pembentukan kreatifitas, pemberian sejumlah
kegiatan, suasana yang alamiah (natural), dan memperhatikan pengalaman siswa. Aliran konstruktivisme melihat
pengalaman langsung siswa (direct experiences) sebagai kunci dalam
pembelajaran. Menurut aliran ini, pengetahuan adalah hasil konstruksi atau
bentukan manusia. Manusia mengkonstruksi pengetahuannya melalui interaksi
dengan obyek, fenomena, pengalaman dan lingkungannya. Pengetahuan tidak dapat
ditransfer begitu saja dari seorang guru kepada anak, tetapi harus
diinterpretasikan sendiri oleh masing-masing siswa. Pengetahuan bukan sesuatu
yang sudah jadi, melainkan suatu proses yang berkembang terus menerus.
Keaktifan siswa yang diwujudkan oleh rasa ingin tahunya sangat berperan dalam
perkembangan pengetahuannya. Aliran humanisme melihat siswa dari
segi keunikan/kekhasannya, potensinya, dan motivasi yang dimilikinya.
Landasan psikologis dalam pembelajaran
tematik terutama berkaitan dengan psikologi perkembangan peserta didik dan
psikologi belajar. Psikologi perkembangan diperlukan terutama dalam menentukan
isi/materi pembelajaran tematik yang diberikan kepada siswa agar tingkat
keluasan dan kedalamannya sesuai dengan tahap perkembangan peserta didik.
Psikologi belajar memberikan kontribusi dalam hal bagaimana isi/materi
pembelajaran tematik tersebut disampaikan kepada siswa dan bagaimana pula siswa
harus mempelajarinya.
Landasan yuridis dalam pembelajaran
tematik berkaitan dengan berbagai kebijakan atau peraturan yang mendukung
pelaksanaan pembelajaran tematik di sekolah dasar. Landasan yuridis tersebut
adalah UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang menyatakan bahwa
setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka
pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan
bakatnya (pasal 9). UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
menyatakan bahwa setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak
mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya
(Bab V Pasal 1-b).
F. Arti Penting Pembelajaran Tematik
Pembelajaran tematik lebih menekankan pada keterlibatan
siswa dalam proses belajar secara aktif dalam proses pembelajaran, sehingga
siswa dapat memperoleh pengalaman langsung dan
terlatih untuk dapat menemukan sendiri berbagai pengetahuan yang
dipelajarinya. Melalui pengalaman langsung siswa akan memahami konsep-konsep
yang mereka pelajari dan menghubungkannya dengan konsep lain yang telah
dipahaminya. Teori pembelajaran ini dimotori para tokoh Psikologi Gestalt,
termasuk Piaget yang menekankan bahwa pembelajaran haruslah bermakna dan
berorientasi pada kebutuhan dan perkembangan anak.
Pembelajaran tematik lebih menekankan pada penerapan
konsep belajar sambil melakukan sesuatu (learning by doing). Oleh karena itu,
guru perlu mengemas atau merancang pengalaman belajar yang akan mempengaruhi
kebermaknaan belajar siswa. Pengalaman belajar yang menunjukkan kaitan
unsur-unsur konseptual menjadikan proses pembelajaran lebih efektif. Kaitan
konseptual antar mata pelajaran yang dipelajari akan membentuk skema, sehingga
siswa akan memperoleh keutuhan dan kebulatan pengetahuan. Selain itu, dengan
penerapan pembelajaran tematik di sekolah dasar akan sangat membantu siswa,
karena sesuai dengan tahap perkembangannya siswa yang masih melihat segala
sesuatu sebagai satu keutuhan (holistik).
Beberapa ciri khas dari pembelajaran tematik antara lain:
1) Pengalaman dan kegiatan belajar sangat relevan dengan tingkat perkembangan
dan kebutuhan anak usia sekolah dasar; 2) Kegiatan-kegiatan yang dipilih dalam
pelaksanaan pembelajaran tematik bertolak dari minat dan kebutuhan siswa; 3)
Kegiatan belajar akan lebih bermakna dan berkesan bagi siswa sehingga hasil
belajar dapat bertahan lebih lama; 4) Membantu mengembangkan keterampilan
berpikir siswa; 5) Menyajikan kegiatan belajar yang bersifat pragmatis sesuai
dengan permasalahan yang sering ditemui siswa dalam lingkungannya; dan 6)
Mengembangkan keterampilan sosial siswa, seperti kerjasama, toleransi,
komunikasi, dan tanggap terhadap gagasan orang lain.
Dengan pelaksanaan pembelajaran dengan memanfaatkan tema
ini, akan diperoleh beberapa manfaat yaitu: 1) Dengan menggabungkan beberapa
kompetensi dasar dan indikator serta isi mata pelajaran akan terjadi
penghematan, karena tumpang tindih materi dapat dikurangi bahkan dihilangkan,
2) Siswa mampu melihat hubungan-hubungan yang bermakna sebab isi/materi
pembelajaran lebih berperan sebagai sarana atau alat, bukan tujuan akhir, 3) Pembelajaran menjadi utuh
sehingga siswa akan mendapat pengertian mengenai proses dan materi yang tidak
terpecah-pecah. 4) Dengan adanya pemaduan antar mata pelajaran maka penguasaan
konsep akan semakin baik dan meningkat,
G. Karakteristik Pembelajaran Tematik
Sebagai suatu model pembelajaran di sekolah dasar,
pembelajaran tematik memiliki karakteristik-karakteristik sebagai berikut:
1.
Berpusat pada siswa
Pembelajaran tematik berpusat pada
siswa (student centered), hal ini sesuai dengan pendekatan belajar modern yang
lebih banyak menempatkan siswa sebagai subjek belajar sedangkan guru lebih
banyak berperan sebagai fasilitator yaitu memberikan kemudahan-kemudahan kepada
siswa untuk melakukan aktivitas belajar.
2.
Memberikan pengalaman langsung
Pembelajaran tematik dapat
memberikan pengalaman langsung kepada siswa (direct experiences). Dengan
pengalaman langsung ini, siswa dihadapkan pada sesuatu yang nyata (konkrit)
sebagai dasar untuk memahami hal-hal yang lebih abstrak.
3.
Pemisahan matapelajaran tidak begitu jelas
Dalam pembelajaran tematik pemisahan
antar mata pelajaran menjadi tidak begitu jelas. Fokus pembelajaran diarahkan
kepada pembahasan tema-tema yang paling dekat berkaitan dengan kehidupan siswa.
4.
Menyajikan konsep dari berbagai matapelajaran
Pembelajaran tematik menyajikan
konsep-konsep dari berbagai mata pelajaran dalam suatu proses pembelajaran.
Dengan demikian, Siswa mampu memahami konsep-konsep tersebut secara utuh. Hal
ini diperlukan untuk membantu siswa dalam memecahkan masalah-masalah yang
dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.
5.
Bersifat fleksibel
Pembelajaran tematik bersifat luwes
(fleksibel) dimana guru dapat mengaitkan bahan ajar dari satu mata pelajaran
dengan mata pelajaran yang lainnya, bahkan mengaitkannya dengan kehidupan siswa
dan keadaan lingkungan dimana sekolah dan siswa berada.
6.
Hasil pembelajaran sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa
Siswa diberi kesempatan untuk
mengoptimalkan potensi yang dimilikinya sesuai dengan minat dan kebutuhannya.
7. Menggunakan prinsip
belajar sambil bermain dan menyenangkan
H. RAMBU-RAMBU
1.
Tidak semua mata
pelajaran harus dipadukan
2.
Dimungkinkan terjadi
penggabungan kompetensi dasar lintas semester
3.
Kompetensi dasar yang
tidak dapat dipadukan, jangan dipaksakan untuk dipadukan. Kompetensi dasar yang
tidak diintegrasikan dibelajarkan secara tersendiri.
4.
Kompetensi dasar yang
tidak tercakup pada tema tertentu harus tetap diajarkan baik melalui tema lain
maupun disajikan secara tersendiri.
5.
Kegiatan pembelajaran
ditekankan pada kemampuan membaca, menulis, dan berhitung serta penanaman
nilai-nilai moral
6.
Tema-tema yang dipilih
disesuaikan dengan karakteristik siswa, minat, lingkungan, dan daerah setempat
BAB III
IMPLIKASI PEMBELAJARAN TEMATIK
Dalam implementasi pembelajaran tematik di sekolah dasar
mempunyai berbagai implikasi yang mencakup:
A. Implikasi bagi guru
Pembelajaran tematik memerlukan guru
yang kreatif baik dalam menyiapkan kegiatan/pengalaman belajar bagi anak, juga
dalam memilih kompetensi dari berbagai mata pelajaran dan mengaturnya agar
pembelajaran menjadi lebih bermakna, menarik, menyenangkan dan utuh.
B. Implikasi bagi siswa
- Siswa harus siap mengikuti kegiatan pembelajaran yang dalam pelaksanaannya dimungkinkan untuk bekerja baik secara individual, pasangan, kelompok kecil ataupun klasikal.
- Siswa harus siap mengikuti kegiatan pembelajaran yang bervariasi secara aktif misalnya melakukan diskusi kelompok, mengadakan penelitian sederhana, dan pemecahan masalah
C. Implikasi terhadap sarana,
prasarana, sumber belajar dan media
- Pembelajaran tematik pada hakekatnya menekankan pada siswa baik secara individual maupun kelompok untuk aktif mencari, menggali dan menemukan konsep serta prinsip-prinsip secara holistik dan otentik. Oleh karena itu, dalam pelaksanaannya memerlukan berbagai sarana dan prasarana belajar.
- Pembelajaran ini perlu memanfaatkan berbagai sumber belajar baik yang sifatnya didisain secara khusus untuk keperluan pelaksanaan pembelajaran (by design), maupun sumber belajar yang tersedia di lingkungan yang dapat dimanfaatkan (by utilization).
- Pembelajaran ini juga perlu mengoptimalkan penggunaan media pembelajaran yang bervariasi sehingga akan membantu siswa dalam memahami konsep-konsep yang abstrak.
- Penerapan pembelajaran tematik di sekolah dasar masih dapat menggunakan buku ajar yang sudah ada saat ini untuk masing-masing mata pelajaran dan dimungkinkan pula untuk menggunakan buku suplemen khusus yang memuat bahan ajar yang terintegrasi
D. Implikasi terhadap Pengaturan
ruangan
Dalam pelaksanaan kegiatan
pembelajaran tematik perlu melakukan pengaturan ruang agar suasana belajar
menyenangkan. Pengaturan ruang tersebut meliputi:
·
Ruang perlu ditata
disesuaikan dengan tema yang sedang dilaksanakan.
·
Susunan bangku peserta
didik dapat berubah-ubah disesuaikan dengan keperluan pembelajaran yang sedang
berlangsung
·
Peserta didik tidak
selalu duduk di kursi tetapi dapat duduk di tikar/karpet
·
Kegiatan hendaknya
bervariasi dan dapat dilaksanakan baik di dalam kelas maupun di luar kelas
·
Dinding kelas dapat
dimanfaatkan untuk memajang hasil karya peserta didik dan dimanfaatkan sebagai
sumber belajar
·
Alat, sarana dan
sumber belajar hendaknya dikelola
sehingga memudahkan peserta didik untuk menggunakan dan menyimpannya kembali.
E. Implikasi terhadap Pemilihan
metode
Sesuai dengan karakteristik
pembelajaran tematik, maka dalam pembelajaran yang dilakukan perlu disiapkan
berbagai variasi kegiatan dengan menggunakan multi metode. Misalnya percobaan,
bermain peran, tanya jawab, demonstrasi, bercakap-cakap.
BAB IV
TAHAP PERSIAPAN PELAKSANAAN
Dalam pelaksanaan pembelajaran tematik, perlu dilakukan
beberapa hal yang meliputi tahap perencanaan yang mencakup kegiatan pemetaan kompetensi
dasar, pengembangan jaringan tema, pengembangan silabus dan penyusunan rencana
pelaksanaan pembelajaran.
A. Pemetaan Kompetensi Dasar
Kegiatan pemetaan ini dilakukan
untuk memperoleh gambaran secara menyeluruh dan utuh semua standar kompetensi, kompetensi
dasar dan indikator dari berbagai mata pelajaran yang dipadukan dalam tema yang
dipilih. Kegiatan yang dilakukan adalah:
1. Penjabaran Standar Kompetensi
dan Kompetensi Dasar ke dalam indikator
Melakukan kegiatan penjabaran
standar kompetensi dan kompetensi dasar dari setiap mata pelajaran ke dalam
indikator. Dalam mengembangkan indikator perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
·
Indikator dikembangkan
sesuai dengan karakteristik peserta didik
·
Indikator dikembangkan
sesuai dengan karakteristik mata pelajaran
·
Dirumuskan dalam kata
kerja oprasional yang terukur dan/atau dapat diamati
2.
Menentukan tema
a.
cara penentuan tema
Dalam menentukan tema dapat
dilakukan dengan dua cara yakni:
Cara pertama, mempelajari standar kompetensi dan
kompetensi dasar yang terdapat dalam masing-masing mata pelajaran, dilanjutkan
dengan menentukan tema yang sesuai.
Cara kedua, menetapkan terlebih dahulu
tema-tema pengikat keterpaduan, untuk menentukan tema tersebut, guru dapat
bekerjasama dengan peserta didik sehingga sesuai dengan minat dan kebutuhan
anak.
b.
Prinsip Penentuan tema
Dalam menetapkan tema perlu
memperhatikan beberapa prinsip yaitu:
·
Memperhatikan lingkungan
yang terdekat dengan siswa:
·
Dari yang termudah
menuju yang sulit
·
Dari yang sederhana menuju
yang kompleks
·
Dari yang konkret menuju
ke yang abstrak.
·
Tema yang dipilih harus
memungkinkan terjadinya proses berpikir pada diri siswa
·
Ruang lingkup tema
disesuaikan dengan usia dan perkembangan siswa, termasuk minat, kebutuhan, dan
kemampuannya
3. Identifikasi dan analisis
Standar Kompetensi, Kompetensi dasar dan Indikator
Lakukan identifikasi dan analisis untuk setiap
Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar dan indikator yang cocok untuk setiap tema
sehingga semua standar kompetensi, kompetensi dasar dan indikator terbagi
habis.
B. Menetapkan Jaringan Tema
Buatlah jaringan tema yaitu
menghubungkan kompetensi dasar dan indikator dengan tema pemersatu. Dengan
jaringan tema tersebut akan terlihat
kaitan antara tema, kompetensi
dasar dan indikator dari setiap mata pelajaran. Jaringan tema ini dapat
dikembangkan sesuai dengan alokasi waktu setiap tema.
C. Penyusunan Silabus
Hasil seluruh proses yang telah
dilakukan pada tahap-tahap sebelumnya dijadikan dasar dalam penyusunan silabus.
Komponen silabus terdiri dari standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator,
pengalaman belajar, alat/sumber, dan penilaian.
D. Penyusunan Rencana Pembelajaran
Untuk keperluan pelaksanaan
pembelajaran guru perlu menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran. Rencana
pembelajaran ini merupakan realisasi dari pengalaman belajar siswa yang telah
ditetapkan dalam silabus pembelajaran. Komponen rencana
pembelajaran tematik meliputi:
1. Identitas mata pelajaran (nama mata pelajaran yang akan dipadukan, kelas,
semester, dan waktu/banyaknya jam pertemuan yang dialokasikan).
2.
Kompetensi dasar dan
indikator yang akan dilaksanakan.
3. Materi pokok beserta uraiannya yang perlu dipelajari siswa dalam rangka
mencapai kompetensi dasar dan indikator.
4. Strategi pembelajaran (kegiatan pembelajaran secara konkret yang harus
dilakukan siswa dalam berinteraksi dengan materi pembelajaran dan sumber
belajar untuk menguasai kompetensi dasar dan indikator, kegiatan ini tertuang
dalam kegiatan pembukaan, inti dan penutup).
5. Alat dan media yang digunakan untuk memperlancar pencapaian kompetensi
dasar, serta sumber bahan yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran tematik
sesuai dengan kompetensi dasar yang harus dikuasai.
6. Penilaian dan tindak lanjut (prosedur dan instrumen yang akan digunakan
untuk menilai pencapaian belajar peserta didik serta tindak lanjut hasil
penilaian).
BAB V
TAHAP PELAKSANAAN
1. Tahapan kegiatan
Pelaksanaan pembelajaran tematik
setiap hari dilakukan dengan menggunakan tiga tahapan kegiatan yaitu kegiatan
pembukaan/awal/pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Alokasi waktu
untuk setiap tahapan adalah kegiatan pembukaan kurang lebih satu jam pelajaran
(1 x 35 menit), kegiatan inti 3 jam pelajaran (3 x 35 menit) dan kegiatan
penutup satu jam pelajaran (1 x 35 menit)
a. Kegiatan Pendahuluan/awal/pembukaan
Kegiatan ini dilakukan terutama
untuk menciptakan suasana awal pembelajaran untuk mendorong siswa menfokuskan
dirinya agar mampu mengikuti proses pembelajaran dengan baik.
Sifat dari kegiatan pembukaan adalah
kegiatan untuk pemanasan. Pada tahap ini dapat
dilakukan penggalian terhadap pengalaman anak tentang tema yang akan disajikan.
Beberapa contoh kegiatan yang dapat dilakukan adalah bercerita, kegiatan
fisik/jasmani, dan menyanyi
b. Kegiatan Inti
Dalam kegiatan inti difokuskan pada
kegiatan-kegiatan yang bertujuan untuk pengembangan kemampuan baca, tulis dan
hitung. Penyajian bahan pembelajaran dilakukan dengan menggunakan berbagai strategi/metode yang bervariasi dan dapat
dilakukan secara klasikal, kelompok kecil, ataupun perorangan.
c. Kegiatan Penutup/Akhir dan
Tindak Lanjut
Sifat dari kegiatan penutup adalah
untuk menenangkan. Beberapa contoh kegiatan akhir/penutup yang dapat dilakukan
adalah menyimpulkan/mengungkapkan hasil pembelajaran yang telah dilakukan,
mendongeng, membacakan cerita dari buku, pantomim, pesan-pesan moral,
musik/apresiasi musik.
Contoh jadwal pelaksanaan
pembelajaran perhari dapat dijabarkan menjadi:
Contoh 1:
Kegiatan
|
Jenis kegiatan
|
Kegiatan pembukaan
|
Anak berkumpul bernyanyi sambil
menari mengikluti irama musik
|
Kegiatan inti
|
·
Kegiatan untuk
pengembangan membaca
·
Kegiatan untuk
pengembangan menulis
·
Kegitan untuk
pengembangan berhitung
·
|
Kegiatan penutup
|
Mendongeng atau membaca cerita
dari buku cerita
|
Contoh 2:
Kegiatan
|
Jenis kegiatan
|
Kegiatan pembukaan
|
Waktu berkumpul (anak
m,enceritakan pengalkaman, menyanyi, melakukan kegiatan fisik sesuai dengan
tema)
|
Kegiatan inti
|
·
Pengembnagan kemmapuan
menulis (kegiatan kelompok besar)
·
Pengembnagan kemampuan
berhitung kegiatan kelompok kecil atau berpasangan)
·
Melakukan pengamatan
sesuai dengan tema, misalnya mengamati jenis kendaraan yang lewat pada tema
transporasi, menggambar hewan hasil pengamatan
|
Kegoiatan penutup
|
|
2. Pengaturan Jadwal
pelajaran
Untuk memudahkan administrasi
sekolah terutama dalam penjadwalan. Guru bersama dengan guru mata
pelajaran pendidikan agama, guru
pendidikan Jasmani dan guru muatan lokal perlu bersama-sama menyusun Jadwal
pelajaran. Contoh jadwal yang dapat
dikembangkan adalah:
Waktu
|
Senin
|
Selasa
|
Rabu
|
Kamis
|
Jumat
|
Sabtu
|
|||||
7-7.35
|
Matematika
|
B. Indo
|
Mat
|
BI
|
Penjaskes
|
IPA
|
|||||
7.35-8.10
|
Matematika
|
B. Indo
|
Mat
|
BI
|
penjaskes
|
IPA
|
|||||
8.10-8.45
|
Matematika
|
B. Indo
|
Mat
|
KTK
|
P. Agama
|
mulok
|
|||||
8.45-9.00
|
Istirahat
|
||||||||||
9.00-9.35
|
B. Ind
|
Mat
|
IPS
|
KTK
|
P. Agama
|
mulok
|
|||||
9.35-10.10
|
B. Ind
|
Mat
|
IPS
|
KTK
|
|
|
|||||
BAB VI
PENILAIAN
A. Pengertian
Penilaian dalam pembelajaran tematik adalah suatu usaha
untuk mendapatkan berbagai informasi secara berkala, berkesinambungan, dan menyeluruh
tentang proses dan hasil dari pertumbuhan dan perkembangan yang telah dicapai
oleh anak didik melalui program kegiatan belajar.
B. Tujuan
Tujuan Penilaian pembelajaran tematik adalah:
1.
Mengetahui percapaian
indikator yang telah ditetapkan
2.
Memperoleh umpan balik
bagi guru, untuk pengetahui hambatan yang terjadi dalam pembelajaran maupun
efektivitas pembelajaran
3.
Memperoleh gambaran yang
jelas tentang perkembangan pengetahuan, keterampilan dan sikap siswa
4.
Sebagai acuan dalam
menentukan rencana tindak lanjut (remedial, pengayaan, dan pemantapan).
C. Prinsip
1. Penilaian di kelas I dan II
mengikuti aturan penilaian mata-mata pelajaran lain di sekolah dasar. Mengingat
bahwa siswa kelas I SD belum semuanya lancar membaca dan menulis, maka cara penilaian
di kelas I tidak ditekankan pada penilaian secara tertulis.
2. Kemampuan membaca, menulis dan berhitung
merupakan kemampuan yang harus dikuasai oleh peserta didik kelas I dan
II. Oleh karena itu, penguasaan terhadap ke tiga kemampuan tersebut adalah
prasyarat untuk kenaikan kelas.
3. Penilaian dilakukan dengan
mengacu pada indikator dari masing-masing Kompetensi Dasar dan Hasil Belajar
dari mata-mata pelajaran.
4. Penilaian dilakukan secara terus menerus
dan selama proses belajar mengajar berlangsung, misalnya
sewaktu siswa bercerita pada kegiatan awal, membaca pada kegiatan inti dan
menyanyi pada kegiatan akhir.
5. Hasil karya/kerja siswa dapat digunakan sebagai bahan masukan guru dalam
mengambil keputusan siswa misalnya: Penggunaan tanda baca, ejaan kata, maupun
angka.
D. Alat Penilaian
Alat penilaian dapat berupa Tes dan Non Tes. Tes
mencakup: tertulis, lisan, atau perbuatan, catatan harian perkembangan siswa,
dan porto folio. Dalam kegiatan pembelajaran di kelas awal penilaian yang lebih
banyak digunakan adalah melalui pemberian tugas dan portofolio. Guru menilai
anak melalui pengamatan yang lalu dicatat pada sebuiah buku bantu. Sedangkan Tes
tertulis digunakan untuk menilai kemampuan menulis siswa, khususnya untuk
mengetahui tentang penggunaan tanda
baca, Jean, kata atau angka
Berikut adalah contoh penilaian yang
dapat dilakukan guru:
A.
Kewarganegaraan dan
Pengetahuan Sosial
|
:
Tes Lisan
|
|
·
Menyebutkan
peristiwa/kegiatan yang dialami
·
Mengemukakan
peristiwa/kegiatan yang berkesan
·
Mengekspresikan perasaan waktu memberi kesan.
|
B.
Bahasa Indonesia
|
:
Perbuatan
|
|
·
Kelancaran
membaca
·
Melafalkan
kata
·
Melagukan/intonasi
·
Cara
bertanya jawab
Tugas
·
Melengkapi
kalimat
|
C.
Ilmu Pengetahuan Alam
|
:
Perbuatan
|
|
·
Mendemonstrasikan
cara menggosok gigi
|
|
:
Lisan
|
|
·
Menyebutkan
cara memelihara gigi
·
Menjelaskan
manfaat menggosok gigi
|
E. Aspek Penilaian
Pada pembelajaran tematik penilaian dilakukan untuk
mengkaji ketercapaian Kompetensi Dasar dan Indikator pada tiap-tiap mata
pelajaran yang terdapat pada tema tersebut. Dengan demikian penilaian dalam hal
ini tidak lagi terpadu melalui tema, melainkan sudah terpisah-pisah sesuai
dengan Kompetensi Dasar, Hasil Belajar
dan Indikator mata pelajaran.
Nilai akhir pada laporan (raport) dikembalikan pada
kompetensi mata pelajaran yang terdapat pada kelas satu dan dua Sekolah Dasar,
yaitu: Bahasa Indonesia, Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam, Pendidikan
Kewarganegaraan dan Ilmu Pengetahuan Sosial, Seni Budaya dan Keterampilan, dan
Pendidikan Jasmani, Olahraga dan kesehatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar